Perjalanan Serta Peran Minyak dan Gas Bumi Indonesia (Bagian 1)

Upaya pencarian minyak di Indonesia telah dimulai sejak 1871. Baru pada 1883 secara kebetulan dijumpainya tanda-tanda terdapatnya minyak bumi di sekitar Telaga Tunggal oleh AJ Zijlker. Pada tanggal 15 Juni 1885, setelah memperoleh konsesi dari Sultan Langkat dia berhasil menemukan sumur minyak pada sumur Telaga Tunggal dengan cadangan yang cukup ekonomis. Lapangan ini kemudian dikenal dengan Telaga Said.

Keberhasilan tersebut membuka peluang banyak perusahaan-perusahaan yang mencari minyak dan mengusahakannya. Hal ini terbukti semakin meluasnya penemuan-penemuan lapangan minyak di Indonesia seperti di Surabaya, Cepu, Jambi, Aceh Timur, Palembang dan Kalimantan Timur. Bahkan, sejak pemerintahan Orde Baru dengan masuknya para kontraktor minyak asing, semakin banyak lapangan minyak dan gas bumi (migas) yang ditemukan dan dihasilkan, termasuk juga hasil minyak dan gas bumi dari lepas pantai (offshore).

Hingga 1970, minyak dan gas bumi yang dihasilkan hanya berasal dari daratan (onshore). Eksplorasi besar-besaran dimulai sejak 1966 (mulai pemerintah Orde Baru), baik eksplorasi di daratan maupun di lautan. Baik yang dilakukan oleh Pertamina sendiri maupun oleh kontraktor minyak asing, terutama atas dasar kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC).

Sebagai hasilnya, mulai 1971 lapangan dari lepas pantai mulai berproduksi. Pelonggokan minyak dan gas bumi di Indonesia berkaitan erat dengan cekungan sedimen berumur tersier.

Tahana (status) eksplorasi dewasa ini dapat dikemukakan secara singkat sebagai berikut,

  • Cekungan yang telah lama menghasilkan dengan hasil eksplorasi sebelum 1965, dengan penerapan berbagai cara modern menunjukkan bahwa longgokan hidrokarbon masih dapat dijumpai di cekungan tersebut, seperti cekungan di Sumatera Utara, Tengah, Selatan, Timur Laut dan Tenggara, Jawa, Kutai dan Tarakan di Kalimantan Timur, serta di Salawati Irian Jaya.
  • Wilayah kerja yang sebelumnya dianggap kurang menarik ternyata masih banyak kontraktor yang berminat seperti Muara Kampar dan daerah Dumai, masing-masing oleh Total dan Esso.
  • Cekungan di Indonesia bagian Timur cukup menarik, walaupun sebelumnya kurang menarik, karena adanya penemuan di wilayah kerja Union Texas di Tomori blok Sulawesi Tengah melalui penemuan struktur Tiaka.
  • Cekungan yang sudah ada petunjuknya dan yang membutuhkan penelitian lebih lanjut termasuk cekungan yang terdapat di sekitar laut Arafura, Maluku

Mutu dan sifat minyak bumi dari lapangan Sumatera dan Jawa berdasarkan parafin, kecuali dari lapangan Kenali Asam di Jambi dan Kruka di Jawa Timur yang berdasarkan parafin aspal dan aspal. Minyak bumi dari lapangan Kalimantan umumnya berdasarkan parafin aspal dan juga minyak dari Klamono, Irian Jaya.

Berat jenis minyak bumi Indonesia berdasarkan parafin berkisar antara 20­­o API dan 45o API, yang berdasarkan parafin aspal antara 20oAPI dan 35o API, dan berdasarkan aspal antara 17o dan 28oAPI. Tanpa pengecualian, kada belerang minyak Indonesia sangat rendah, rata-rata hanya 0,1 persen dan 0,4 persen.

Dari hasil kegiatan eksplorasi dan hasil kegiatan Enhanced Oil Recovery(EOR), ternyata adanya peningkatan cadangan dan rasio cadangan dengan produksi yang dapat dipertahankan pada tingkat yang masih aman. Sumber daya minyak bumi yang tersedia diperkirakan mencapai 50 miliar barel, yang tersimpan dalam 60 cekungan. Sedangkan, cadangan gas bumi diperkirakan sekitar 97 triliun kaki kubik yang terdiri dari 74,3 triliun kaki kubik cadangan terbukti (proven) dan 22,7 triliun kaki kubik cadangan potensial yang tersebar di daerah kerja Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kepulauan Natuna dan Sulawesi Selatan.

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi yang disingkat dengan Pertamina, merupakan satu-satunya BUMN yang bergerak dalam usaha bidang minyak dan gas bumi yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pemurnian dan pengolahan, pengangkutan, dan penjualan.

Kepada Pertamina disediakan seluruh wilayah hukum pertambangan minyak dan gas bumi. Pertamina dapat mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk PSC. Dewasa ini perusahaan yang bergerak juga terdapat kontraktor minyak asing. Hingga akhir 1988 jumlah perusahaan yang bekerja atas dasar kontrak sebanyak 68 perusahaan, terdiri dari 2 perusahaan atas dasar Kontrak Karya dan 66 atas dasar PSC. Selama 1988, ada penambahan 10 kontrak baru antara pihak Pertamina dengan beberapa kontraktor minyak asing.

Eksplorasi

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada 1988 kegiatan eksplorasi berlangsung baik di permukaan maupun di bawah tanah. Adapun cara yang digunakan meliputi cara geologi, termasuk penginderaan jauh, geofisika, serta pemboran dalam. Eksplorasi geofisika menggunakan cara penampungan gempa dan cara gaya berat. Cara gempa telah melalui lintasan lebih dari 32,7 ribu km dan cara gaya berat sejauh lebih dari 5,7 ribu km. selama 1988 jumlah pemboran eksplorasi sebanyak 135 pemboran/lubang dengan jumlah kedalaman hampir mencapai 274 ribu meter. Jumlah tersebut berasal dari pemboran eksplorasi yang dilakukan Pertamina sebanyak 13 buah dengan kedalaman 29,4 ribu meter lebih. Pemboran yang dilaksanakan kontraktor PSC sebanyak 110 pemboran dengan jumlah kedalaman seluruhnya lebih dari 220,1 ribu meter dan dilaksanakan oleh Kontrak Karya (PT Stanvac) sebanyak 12 pemboran eksplorasi dengan kedalaman seluruhnya 24,3 ribu meter. (hmm, ternyata dari dulu kontribusi Pertamina dalam eksplorasi hanya mampu sekitar 9-10 persennya saja, Red)

Dari pemboran eksplorasi selama 1988 telah memperoleh hasil longgokan minyak sebanyak 39 buah (Pertamina 2, PSC 15 dan Kontrak Karya 3). Dilihat dari perkembangan tersebut menunjukkan bahwa selama 1988 angka perbandingan keberhasilan yakni 1 : 2,1.

DI Indonesia, kedalaman lapisan yang berproduksi berkisar antara 150-2.000 meter, tetapi rata-rata antara 400-1.600 meter. Adapun sumur yang terdangkal terdapat di daerah Tarakan, Sanga-Sanga, Bula dan Jawa bagian timur laut. Longgokan hidrokarbon pada kedalaman sekitar 3.000 meter masih tergolong mempunyai arti ekonomi, hal terbukti dari hasul yang diperoleh dalam pemboran secara modern, seperti yang telah dilakukan di lapangan Attaka dan struktur Badak di Kalimantan Timur, serta lapangan Arun di Aceh.

Sebagai gambaran, walaupun pada 1988 termasuk tahun pasaran dan harga minyak dunia cukup prihatin, tetapi ternyata selama tahun tersebut beberapa penemuan sumur minyak dan gas bumi dari kegiatan eksplorasi masih tetap berkembang (pantas, periode 1970-1990an produksi minyak bisa lebih dari 1 juta barel per hari, bahkan sentuh 1,6 juta barel per hari, Red).

Selama 1988, penemuan sumur-sumur minyak dan gas bumi seperti yang diperoleh Pertamina dari beberapa sumur yang terdapat di Sumbagut dan Jawa. Penemuan dari kontraktor atas dasar Kontrak Karya terjadi di Sumatera Tengah yang dilakukan PT Stanvac Indonesia. Penemuan terbesar sumur-sumur minyak dan gas bumi dari kegiatan pemboran eksplorasi berada dari kontraktor yang berdasarkan PSC. Penemuannya antara lain di daratan, Asamera menemukan beberapa sumur di Sumatera Selatan, Caltex di wilayah kerja CPP, perusahaan CSR di Bula-Seram, Hudbay di Selat Malaka, Huffco di Kalimantan Timur, Stanvac di wilayah kerja Rimau A-1, Trend di Sumatera, Union Texas di Tomori, Shell di Jambi dan Unocal di wilayah kerja daratan Teweh.

Selain yang terbesar, ditemukan juga sumur-sumur minyak dan gas bumi dari kegiatan pemboran eksplorasi selama 1988 dilakukan kontraktor atas dasar PSC, yakni Arco dari beberapa sumur di barat daya Jawa dan di tenggara Kangean, Conoco dari sumur yang terdapat di Natuna “B”, Deminex dari wilayah kerja Simenggaris, Hudbay dari wilayah kerja Selat Malaka, Japec dari Gebang Seranggang, maxus dari beberapa sumur minyak dan gas bumi di wilayah kerja Sumatera Tenggara, Union Texas dari Tanaki dan Unocal dari wilayah Kalimantan Timur.

Selama Repelita V, diperkirakan dilakukan kegiatan eksplorasi untuk seismik rata-rata 34.600 km per tahun dan pemboran ekplorasi 176 sumur per tahun.

Produksi Minyak Bumi

Pada 1971 merupakan lembaran baru bagi Indonesia dalam produksi, karena saat itu bukan saja menghasilkan minyak dari daratan, tetapi mulai menghasilkan minyak yang berasal dari lepas pantai. Hal ini merupakan bukti nyata keberhasilan Orde Baru yang memberikan peluang kepada Kontraktor Minyak Asing untuk melakukan kegiatannya di Indonesia, terutama di lepas pantai.

Pada bulan Agustus 1971 produksi pertama minyak Indonesia dari lepas pantai diperoleh dari lapangan Arjuna di wilayah kerja kontraktor Atlantic Richfield Indonesia, Inc. (ARII) di daerah lepas pantai utara Jawa Barat. Juga selanjutnya dalam bulan September 1971 produksi minyak lepas pantai dari 23 sumur mencapai jumlah 10.900 barel per hari, pada 1976 dengan cepat jumlah produksi minyak dari lepas menjadi 426 ribu barel per hari dengan sebanyak 314 sumur.

Produksi minyak mentah Indonesia mengalami puncaknya pada 1977 dengan jumlah produksi dari daratan sebanyak 1.083,2 ribu barel per hari dan dari lepas pantai mencapai 602,1 ribu barel per hari yang berarti produksi minyak mentah Indonesia pada 1977 sebesar 1.685,3 ribu barel per hari.

Pada 1988, produksi minyak mentah Indonesia mencapai jumlah hampir 492 juta barel atau rata-rata lebih dari 1,3 juta barel per hari. Jumlah tersebut berasal dari Pertamina 24,6 juta barel, Lemigas 0,2 juta barel, perusahaan Kontrak Karya 9,6 juta barel dan dari perusahaan-perusahaan PSC sebanyak 388,3 juta barel (dari dulu dominan ya, hasil produksi dari perusahaan-perusahaan migas selain Pertamina lebih banyak, Red).

Dibandingkan 1987 produksi minyak mentah Indonesia dengan 1988 mengalami kenaikan 2,3 persen. Di samping itu, pada 1988 Indonesia juga menghasilkan kondesat sebesar 60,3 juta barel lebih dan pada 1987 hampir 56,4 juta barel. Gambaran produksi minyak bumi kondensat Indonesia selama Pelita IV terlihat dalam tabel 1, sedangkan prospek produksi selama Repelita V terlihat dalam tabel 2.

Tabel 1
Produksi Minyak Mentah Indonesia Termasuk Kondensat
Pelita IV
Tahun
Jumlah (jutaan barel)
Per hari (ribu barel)
1984/85
532,2
1.458,0
1985/86
490,9
1.344,9
1986/87
516,1
1.414,1
1987/88
508,0
1.387,3
1988/89*
511,0
1.400,0
            *angka Bappenas
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Tabel 2
Produksi Minyak Mentah Indonesia Termasuk Kondensat
Repelita V
Tahun
Jumlah (jutaan barel)
Per hari (ribu barel)
1989/90
511,0
1.400,0
1990/91
522,7
1.432,0
1991/92
535,8
1.464,0
1992/93
546,0
1.496,0
1993/94
558,0
1.529,0
            Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Perkiraan produksi minyak mentah termasuk kondensat selama Repelita V tersebut berasal dari Pertamina, C&T, CPI, CSR, Huffco, Petromer Trend, PTSI, Tesoro, C&T (Kontrak Karya), PTSI (Kontrak Karya), ARII, Conoco, Hudbay, Maxus, Kodeco, Marathon, Total Ind., Unocal dan Arbini.

Produksi Gas Bumi

Seperti halnya minyak bumi, dengan masuknya perusahaan-perusahaan minyak asing pada masa Orde baru dalam bentuk PSC, maka hasil gas bumi Indonesia meningkat. Pada 1970, produksi gas bumi Indonesia hanya 297,4 juta kaki kubik per hari, kemudian meningkat menjadi 1.847,7 miliar kaki pada 1988, bail berasal dari daratan maupun lepas pantai. Produksi gas bumi dari lepas pantai dimulai pada 1971 yang jumlahnya baru 2,7 juta kubik dan terus meingkat pada 1977 menjadi 700 juta kaki kubik. Dibandingkan dengan produksi gas bumi pada 1987 sebesar 1.732 miliar kaki kubik, berarti pada 1988 mengalami kenaikan 6,7 persen.

Produksi gas bumi tersebut berasal dari Pertamina, Lemigas, Kontrak Karya (PT Caltex Pacific Indonesia/CPI, PT Calasiatic Topco/C&T, PT Stanvac Indonesia/PTSI) dan dari para kontraktor atas dasar PSC (Mobil Oil, Asamera/Sumut, PT Arco/Laut Jawa, Union Oil/Unocal, Inpex Ltd., Total Indonesia, Roy M. Huffington, Tesoro, Petromer Trend, Calasiatic Topco/MF&K, Conoco, Hudbay, Kodeco Energy CO, PT Stanvac Rimau, Marathon Pet. Indonesia. (familiar kan nama-nama itu, walau ada yang berubah karena merger atau bergabung, ternyata sudah lama loh mereka bantu ekplorasi dan eksploitasi migas Indonesia, Red)

Produksi gas bumi 1988 terbesar dari kontraktor atas dasr PSC, yakti mencapai jumlah lebih dari 1.576, 5 miliar kaki kubik selama Repelita V, seperti terlihat dalam tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 3
Produksi Gas Bumi Indonesia Pelita IV
Tahun
Jumlah (jutaan kaki kubik per hari)
1984/85
4.241
1985/86
4.334
1986/87
4.542
1987/88
4.759
1988/89*
4.931
                        *angka Bappenas
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Tabel 4
Produksi Gas Bumi Indonesia Repelita V
Tahun
Jumlah (jutaan kaki kubik per hari)
1989/90
5.249
1990/91
6.184
1991/92
6.428
1992/93
6.510
1993/94
7.607
                        Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Pemanfaatan Gas Bumi

Sejalan dengan keberhasilan Indonesia menemukan lapangan-lapangan minyak mentah berikut gas (associated gas) dan gas bumi yang non-associated, maka produksi gas bumi bisa ditingkatkan sesuai dengan peningkatan jumlah kebutuhan, baik untuk dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor, terutama berupa LNG ataupun LPG.

Dari tahun ke tahun gas bumi yang dimanfaatkan terus meningkat. Pada 1988 jumlah gas bumi yang dimanfaatkan sebanyak 1.716,1 miliar kaki kubik lebih atau 92,9 persen dari seluruh produksi gas bumi saat itu. Adapun pemanfaatan sebanyak itu dimanfaatkan untuk LNG sebanyak 1.025,0 miliar kaki kubik lebih, untuk Pupuk Sriwijaya, Pupuk Kalimantan Timur, Pupuk Asean dan Pupuk Iskandar Muda seluruhnya 143,6 miliar kaki kubik. Yang dimanfaatkan untuk bahan bakar perusahaan sendiri sebesar 89,5 miliar kaki kubik lebih, dan untuk Krakatau Steel, Pupuk Kujang, serta pabrik semen Cibinong dan yang dijual setempat sebesar 88,5 miliar kaki kubik. Untuk pemanfaatan lainnya, seperti LEX Plant Union Oil, Kilang NGL Arco di Laut Jawa, kilang LPG di Rantau dan Mundu serta bahan bakar setempat.

Jumlah gas bumi yang dibakar (flared) dan susut sekitar 131,5 miliar kaki kubik atau 7,1 persen dari jumlah produksi 1988. Gambaran pemanfaatan gas bumi selama Pelita IV serta prospek pemanfaatan gas bumi selama Repelita V terlihat dalam tabel 5 dan tabel 6.

Tabel 5
Pemanfaatan Gas Bumi Indonesia Pelita IV
Tahun
Jumlah (jutaan kaki kubik per hari)
1984/85
3.890
1985/86
3.973
1986/87
4.159
1987/88
4.350
1988/89*
4.384
                        *angka Bappenas
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Tabel 6
Produksi Gas Bumi Indonesia Repelita V
Tahun
Jumlah (jutaan kaki kubik per hari)
1989/90
5.073
1990/91
5.689
1991/92
5.978
1992/93
6.054
1993/94
7.416
                        Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Bachrawi Sanusi, Hasil Tambang, Minyak dan Gas Bumi Indonesia, 1991.