Pada waktu OPEC terbentuk, kontak diplomasi dijiwai dengan kepentingan-kepentingan negara maju atau industri yang berupa minyak bumi. Dengan demikian, seperti halnya kontrak-kontrak diplomasi yang pernah dilakukan pada jaman raja-raja berkuasa yang dirundingkan hanya pada masalah kepentingan raja-raja itu sendiri. Begitu juga dengan kontrak-kontrak diplomasi antara negara maju atau industri, juga banyak dikaitkan pada masalah kepentingan mereka akan minyak bumi.
Hal ini tercermin, negara-negara industri kelompok Eropa yang pada mulanya tergabung dalam OEEC (Organization for European Economic Co-Operation) yang kemudian berkembang dengan terlibatnya Amerika Serikat dan juga Kanada, dan pada tanggal 14 Desember 1960 OEEC beralih menjadi OECD (The Organization for Economic Co-Operation and Development) yang anggotanya terdiri dari kelompok OEEC bersama AS dan Kanada. Tujuan organisasi ini, yaitu untuk mengusahakan kerjasama anggota untuk kepentingan yang menyangkut ekonomi termasuk pula usaha perluasan perdagangan yang multilateral tanpa adanya perbedaan-perbedaan (diskriminasi).
Juga yang menyangkut masalah kestabilan keuangan. Dengan demikian, sudah dapat dipastikan masalah energi, terutama minyak bumi, juga menjadi masalah pembicaraan dalam kontrak-kontrak diplomasi antar negara OECD (tuh, mau pilih menjadi kawan atau lawan? Semua tertuju karena energi yang bisa meningkatkan perekonomian suatu negara, asalkan dikelola dengan baik atau tanpa energi ingin kembali jaman The Flintstones?, Red).
Tindakan Sepihak
Sebaliknya dengan adanya kelompok-kelompok negara-negara industri yang nampak semakin kuat berkat bantuan tidak kentara yang berupa pengadaan minyak yang berlimpah-limpah dengan harga yang sangat murah, tanpa memperhatikan kerugian yang sangat besar di negara penghasil minyak. Tindakan sepihak perusahaan minyak raksasa berasal dari negara-negara industri atau maju telah membangkitkan semangat membela kepentingan bersama antara negara penghasil minyak yang pada umumnya telah terikat dengan sistem konsesi dengan perusahaan minyak raksasa (hmm, jadi lebih baik konsesi atau bagi hasil? Selama untuk kepentingan bersama sepertinya tidak menjadi masalah, tapi bersama yang mana/siapa?, Red).
Suatu tantangan yang teramat besar bagi kelompok negara penghasil minyak, yaitu dengan adanya tindakan-tindakan sepihak dari perusahaan minyak raksasa yang menurunkan posted price pada bulan Januari 1959/Agustus 1960. Tindakan ini ternyata tanpa adanya konsultasi, apalagi kontak diplomasi, walaupun pada kenyataannya keadaan pasaran minyak dunia pada waktu itu tidak punya alasan untuk menurunkan posted price. Dengan turunnya posted price, berarti penerimaan negara penghasil minyak dunia pada waktu itu jadi mengecil atau turun. Dengan tindakan itu, ternyata negara penghasil minyak merugi karena pendapatannya menajdi berkurang US$13,5 sen untuk setiap barelnya (ini sih, permainan perdagangan, Red).
Jika suatu negara bisa mengekspor minyak sebanyak 1 juta barel per hari, berarti negara itu akan dirugikan sebanyak US$49 juta per tahun. Sedangkan, posted price pada waktu itu masih di bawah US$15 per barel (murah ya, tapi itukan dulu, nilai Dollar terhadap Rupiah juga sekitar seribuan atau dua ribuan, sekarang? Wuih, siapa yang untung ya?, Red). Keadaan inilah yang menyebabkan kontak-kontak antar negara penghasil minyak semakin maju dan berkembang. Terutama adanya perkembangan kontak diplomasi negara-negara industri dalam menghadapi energi. Juga antara negara-negara penghasil minyak yang juga melakukan kontak-kontak diplomasi.
Dalam kenyataannya, telah terjadi kontak-kontak diplomasi antara Venezuela dengan Timur Tengah yang semakin berkembang. Pada bulan September 1949 tiga orang utusan dari Venezuela dikirim ke Timur Tengah. Mereka telah melakukan kunjungan ke Iran, Iraq, Saudi Arabia dan Kuwait yang sangat berkaitan dengan situasi minyak dunia yang terasa merugikan negara penghasil minyak. Kemudian pada 1953 muncul Iraq-Saudi Arabia agreement juga yang menyangkut masalah minyak bumi dalam kaitannya dengan kerjasama perminyakkan.
Kontak diplomasi antara negara penghasil minyak semakin lancar (karena merasa dirugikan, makanya bersama, bahu membahu mencari solusi, tapi kalau sampai dimanfaatkan?, Red). Pada bulan April 1959, Dewan Ekonomi Liga Arab telah mempelopori mengadakan kongres minyak Arab yang pertama di Kairo. Pada kongres tersebut hadir ratusan teknokrat dari Arab dan non Arab. Dalam kongres itu telah dibicarakan sebanyak 73 kertas kerja. Pada kesempatan itu, hadir juga utusan dari Venezuela dan Iran. Kesemuanya telah membicarakan mengenai minyak bumi sebagai energi (secara tidak langsung, ada yang memulai duluan untuk rembukan atau provokasi?, Red)
Perkembangan data sejarah ini, telah memperkuat anggapan bahwa energi dalam hal ini minyak bumi sebagai alat diplomasi telah dilaksanakan dan berjalan lancar dengan hasil memuaskan. Dari hasil kontak diplomasi itulah, negara-negara penghasil minyak dapat membuat tandingan kekuatan dalam perjuangan mereka dengan dibentuknya OPEC pada bulan September 1960. Sebagai suatu tantangan buat tindakan sepihak yang dilakukan oleh perusahaan minyak raksasa pada 1959 dan 1960.
OPEC Terbentuk
Sebagai hasil kontak diplomasi antara anggota penghasil minyak yang sudah berjalan cukup lama, maka lima negara penghasil minyak utama, yaitu Saudi Arabia, Venezuela, Iran, Iraq dan Kuwait telah berhasil melakukan konferensi yang pertama sekaligus meresmikan terbentuknya OPEC pada bulan September 1960 di Baghdad. Dari hasil konferensinya yang pertama berhasil diputuskan hal-hal yang berkaitan dengan, pertama, membentuk suatu organisasi permanen yang disebut OPEC. Kedua, setiap negara dengan net substantial export crude petroleum dapat diterima menjadi anggota jika disetujui oleh kelima negara anggota pendiri. Ketiga, menetapkan tujuan dari organisasi OPEC, yaitu mempersatukan kebijaksanaan di bidang perminyakkan dan menentukan cara-cara atau langkah-langkah guna melindungi kepentingan-kepentingan negara anggota secara individual maupun kolektif (any question?, Red).
Dengan berdirinya OPEC berarti kontak diplomasi antara anggota OPEC semakin baik. Dalam kenyataa negara-negara penghasil minyak sejak akhir tahun tiga puluhan hingga beberapa tahun sebelum 1974 selalu dipermainkan secara sepihak oleh perusahaan minyak raksasa terutama oleh perusahaan yang tergolong dalam seven international majors. Perjuangan OPEC pada tahun-tahun pertama masih sangat terbatas sekali, dari perjuangan OPEC selama itu hanya memperlihatkan hasil-hasil sebagai berikut,
- Dapat mempertahankan posted pricepada tingkat sebelum Agustus 1960 dan pada kenyataannya posted price itu terus berlaku hingga 1970.
- Expensing royalties dan uniform rate of royalty. Yang dimaksud royalti, yaitu suatu kompensasi yang dibayar oleh perusahaan kepada pemilik tanah karena menambang kekayaan alamnya dan memasarkan.
Walaupun pada tahun-tahun pertama itu perjuangan OPEC masih dianggap belum berhasil menumpas kekuasaan perusahaan minyak raksasa, namun karena tujuan dari OPEC itu sangat tepat dan baik bagi dunia penghasil minyak (negara yang memiliki bumi yang mengandung minyak) lainnya, maka pada tahun-tahun berikutnya bermunculanlah anggota yang memasuki OPEC. Empat bulan setelah OPEC terbentuk kemudian Qatar masuk menjadi anggota.
Pada 1962 tercatat Libya dan Indonesia sebagai anggota (banggakah? Dimana tujuan OPEC begitu mengetahui Indonesia tidak mampu lagi menjadi negara pengekspor minyak bumi? Dimana kebijaksanaan guna melindungi kepentingan negara anggotanya?, Red). Pada bulan November 1967 masuk Abu Dhabi (yang sekarang dikenal sebutan United Arab Emirates). Kemudian pada bulan Juli 1969, Aljazair masuk sebagai anggota OPEC yang ke sembilan. Dua tahun kemudian, pada bulan juli 1971 Nigeria menjadi anggota. Pada bulan November 1973, Equador masuk dan yang terakhir Gabon diterima sebagai anggota OPEC yang ketiga belas (mereka tergabung dan bisa dikatakan negara yang kaya akan minyak karena bisa mengekspor, tapi apakah pertumbuhan dan perkembangan negaranya menjadi negara yang dapat memakmurkan rakyatnya?, Red). Ini membuktikan energi dalam hal ini minyak dan gas bumi sebagai alat diplomasi semakin menunjukkan titik terang yang meyakinkan.
Baru pada 1971 ada perubahan atau kenaikan harga minyak OPEC, walaupun masih terlalu kecil. Tetapi setelah perang Oktober 1973 di Timur Tengah yang diikuti dengan embargo minyak oleh negara Arab penghasil minyak terhadap AS dan sekutu-sekutunya, karena mendukung Israel, pada saat itulah harga minyak melonjak dengan empuknya. Naiknya harga minyak OPEC semakin sering dan sangat tinggi. tambahan pula dengan berhasilnya kontak-kontak diplomasi khusus membicarakan masalah minyak bumi sebagai sumber energi.
OPEC Hingga Sekarang
(dilihat pada era 80an, karena penulismenulis di 1982, Red)
Dengan berhasilnya perjuangan dengan berhasilnya perjuangan OPEC yang sekaligus ikut terlibat dalam pertikaian perang di Timur Tengah (khusus kelompok Arab), maka ada kesempatan untuk mengurangi suplai minyak di pasaran dunia, sedangkan kebutuhan dunia pada saat itu sudah mencemaskan negara-negara industri, karena sulit untuk dihentikan. Terutama untuk kepentingan rumah tangga atau perdagangan dan angkutan. Akibatnya harga minyak OPEC dapat meluncur naik dengan empuk dan tinggi. hal ini karena keberhasilan OPEC yang telah mampu mengubah sistem pemasaran dari buyer’s market menjadi seller’s market.
Terutama setelah OPEC berhasil, bukan saja menaikkan harganya yang tidak lagi didasarkan atas posted price tetapi atas official price (harga resmi) juga, karena adanya nasionalisasi, partisipasi negara penghasil minyak, maka penentuan harga akhirnya ada di tangan negara penghasil minyak. Ini berarti kekuasaan penentuan harga minyak ekspor telah beralih di tangan produsen minyak, dalam hal ini negara OPEC dari tangan perusahaan minyak raksasa.
Satu persatu-satu perusahaan yang didasarkan konsesi telah habis waktunya, atau dipercepat waktunya, yang kemudian beralih dengan sistem bagi hasil bahkan joint venture dan banyak juga yang beralih ke perusahaan nasional negara OPEC. Dengan demikian, kekhawatiran akan diperluas karena kenaikan harga minyak bumi dapat dijadikan faktor penentu utama, dalam hal pertumbuhan ekonomi dunia dan juga moneter dunia. Tidak mustahil jika hingga kini adanya pertentangan antara negara pengimpor minyak dengan negara penghasil minyak.
Di satu pihak terutama OPEC beralasan untuk menaikkan harga minyaknya, karena untuk mengikuti perkembangan tingkat inflasi di negara maju. Sebaliknya negara industri sebagai pengimpor minyak menganggap kenaikan harga minyak hanya akan meningkatkan tingkat inflasi dunia, terutama pada akhirnya akan terasa di negara-negara berkembang yang non minyak. Pengalaman pahit terjadi pada 1975. Semua negara di dunia mengalami kemerosotan nilai ekspor, terutama negara berkembang, karena negara industri sedang dilanda resesi. Bahkan Indonesiapun mengalami yang serupa, hasil nilai ekspornya, bukan saja minyak tetapi non minyak pun mengalami penurunan dibandingkan pada tahun sebelumnya.
Secara umum kemajuan yang dicapai oleh OPEC setelah terjadinya perang Oktober 1973 antara lain, pertama, negara-negara Arab terutama kelompok dari Arab, berhasil menaikkan persentase royalti dan pajak pendapatan atas minyak setinggi mungkin. Kedua, negara OPEC berhasil ikut partisipasi dalam perusahaan minyak, dimana perusahaan minyak masih berudaha di negara penghasil minyak. Dan berangsur-angsur perusahaan minyak asing ke perusahaan nasional negara OPEC. Hal inilah yang menyebabkan tidak lagi terdengar posted price yang dijadikan bahan pertimbangan, tetapi official price (harga jual resmi). Ketiga, keberhasilan negara OPEC untuk menasionalisasikan serta membeli perusahaan-perusahaan minyak asing yang masih berada di negara OPEC.
Keempat, secara berangsur-angsur anggota OPEC telah berhasil mengalihkan management perusahaan pengusahaan minyak dari tangan asing ke tangan nasional. Sekaligus terjadi pengalihan teknologi keahlian dalam usaha mencari minyak termasuk pemasarannya (apakah sudah dilakukan Indonesia? Eh, tapikandulu masih jadi anggota OPEC, apakah mereka membantu?, Red). Kelima, dengan kembalinya minyak ke tangan perusahaan nasional, maka harapan hasil minyak untuk kepentingan pembangunan nasional masing-masing negara OPEC semakin berhasil.
Keenam, OPEC berhasil mengubah kebijaksanaan dalam peraturan konsensi hingga menjadi usaha joint venture bahkan seratus persen menjadi milik negara (mengingatkan Pertamina punya JOB/Joint Operating Body, Red). Ketujuh, peranan OPEC di forum internasional, terutama dalam kontak-kontak diplomasi untuk berbagai kegiatan, terutama dalam kontak-kontak diplomasi untuk berbagai kegiatan, terutama masalah sosial, ekonomi dan budaya. Bahkan OPEC semakin mendapat tempat di kalangan negara maju atau industri, terutama karena kekuatan minyak buminya.
Kedelapan, dengan keberhasilan OPEC itu telah membangkitkan negara-negara berkembang baik dalam kelompok Selatan maupun dalam kelompok 77 (yang anggotanya telah lebih dari seratus) telah merasa optimis, bahwa minyak bumi sebagai alat diplomasi telah menunjukkan hasil baik. Kesempatan dengan adanya kekuatan minyak bumi sebagai energi bagi dunia, maka peranan OPEC dalam kontak diplomasi untuk menciptakan Tata Ekonomi Dunia Baru diharapkan semakin sangat berperan. Karena pada akhirnya negara-negara berkembang non minyak akan sepenuhnya meminta bantuan atas kekuatan OPEC yang ada sekarang.
Kesembilan, OPEC tidak lagi didikte oleh negara maju atau industri dalam penentuan jumlah minyak yang harus di suplai atau diproduksi serta dalam hal penentuan harga minyak OPEC jangan terlalu tinggi. Tetapi sebaliknya, OPEC dapat mendikte negara industri atau maju agar jangan memboroskan penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi. Negara industri supaya segera mencari dan menghasilkan energi lain di luar minyak. Negara industri harus berusaha mengurangi atau menekan tingkat inflasi mereka, jika mereka menghendaki agar harga minyak OPEC tak dinaikkan lagi.
Jika negara industri membutuhkan minyak OPEC, maka mereka harus bersedia menjual berbagai rupa peralatan industri bahkan kebutuhan pertahanan atau militer dan sebagainya (itung-itung nabung buat perang, lah siapa yang memulai dia yang harus mengakhiri bukan?, Red). Banyak lagi yang menonjol atas hasil OPEC yang telah dicapai. Sehingga tepat , jika diungkapkan bahwa minyak bumi atau energi sebagai alat diplomasi. Karena dengan minyak bumi, OPEC mampu mencapai tujuan sebanyak mungkin mengalah kepada tuntutan-tuntutan kita (dalam hal ini OPEC terhadap negara-negara industri/maju/pengimpor minyak raksasa) merasa puas dengan konsensi yang sedikit-dikitnya kita berikan. Dengan demikian akan tercegalah terjadinya berbagai rupa kekerasan seperti halnya peperangan.
Secara historis antar negara penghasil minyak sejak sebelum OPEC terbentuk hingga sekarang melakukan kontak-kontak diplomasi dengan menggunakan minyak bumi sebagai alatnya.
Bachrawi Sanusi, Minyak Bumi, Energi dan Diplomasi, 1982.