Pembangunan Daerah Dilihat dari Potensi Energi (Bagian 2)

Apa yang tertera dalam GBHN 1983 khusus untuk Pembangunan Daerah, antara lain dikemukakan, pembangunan daerah dan pembangunan sektoral perlu selalu dilaksanakan dengan selaras, sehingga pembangunan sektoral yang berlangsung di daerah-daerah, benar-benar sesuai dengan potensi dan prioritas daerah. Dan keseluruhan pembangunan daerah juga benar-benar merupakan satu kesatuan, demi terbinanya Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan di dalam mewujudkan tujuan nasional.

Bahkan sejak Pelita ke II Pembangunan Daerah telah dimulai dilaksanakan. Ini berarti kesadaran akan terjadinya ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah bisa semakin meluas dan jauh. Oleh karena itu, diusahakan adanya keserasian laju pembangunan antar daerah, hingga dapat dihindarkan hasil-hasil yang negatif antar daerah.

Adalah wajar jika tujuan pembangunan yang sedang dilakukan mencakup sasaran seperti, pertama, dalam usaha meratakan pembangunan di seluruh daerah, sekaligus menghindari terjadinya jurang perbedaan tingkat pembangunan antar daerah yang semakin dalam. Kedua, pengarahan dalam kegiatan pembangunan daerah sesuai dengan kemampuan aspirasi dan potensi maupun bagi kepentingan daerah sendiri. Ketiga, mengembangkan hubungan ekonomi antar daerah yang saling menguntungkan agar terjalin ikatan-ikatan ekonomi nasional  yang kokoh, dan keempat, membina daerah-daerah minus, daerah perbatasan dan tanah-tanah kritis dengan program-program khusus.

Mungkin untuk daerah-daerah yang kaya akan energi yang tak dapat diperbaharui seperti, daerah-daerah minyak dan gas bumi (migas) agar sejak pagi sudah direncanakan pelaksanaan pembangunan daerahnya dalam menghadapi, jika kelak migas atau energi di daerah-daerah itu sudah habis semuanya. Apalagi, kalau daerah itu akan ditambah atau diganti dengan bangkitnya berbagai industri yang merupakan penambah pendapatan daerah-daerah migas yang tidak semu lagi.

Perencanaan Daerah Direnungkan

Oleh karena itu, perencanaan pembangunan daerah untuk Nasional harus benar-benar terpadu. Agar kelak tidak tercipta kepincangan kemakmuran antar daerah. Mungkin pengalaman dari beberapa negara maju, seperti halnya Inggris yang pernah mengalami persoalan-persoalan yang bersifat fungsional, masalah-masalah daerah perkotaan yang ditimbulkan oleh pertambahan penduduk yang cepat, urbanisasi bertambah, traf hidup yang semakin meningkat dan mobilitas perorangan, masalah-masalah daerah-daerah industri dan pedesaan yang mengalami kemunduran yang disebabkan karena kemerosotan ekonomi sehingga muncul perencanaan daerah ini perlu direnungkan.

Di Inggris, ketidakmerataan secara jelas dengan menarik suatu garis dari Humber sampai Exe, dan dibandingkan bangsa terbagi itu dengan daerah-daerah makmur di sebelah timur dan selatan dan daerah-daerah industri dan pedesaan yang mengalami kemunduran di sebelah barat dan utara. Dalam bukunya yang klasik, Britain and the British Seas, Mackinder menamakan kedua daerah itu sebagai Metropolitans England dan Industrial England.

Bagi Indonesia mungkin jauh lebih berat, bukan saja penduduk yang terlanjur padat di daerah-daerah tertentu, juga negara kepulauan yang biaya angkutan akan habis ditelan di lautan, dan lain-lain.

Walaupun demikian, pembangunan daerah dan nasional harus berjalan terus. Kiranya tidak berlebihan kalau penulis melihat energi Indonesia baik potensi maupun pemanfaatannya dikaitkan dengan pembangunan daerah jangka panjang. Walau harus diakui bahwa energi seperti migas, batu bara, tenaga air, panas bumi atau energi lain yang bisa diperbaharui merupakan jenis-jenis yang saling bersaing. Jika harga bahan bakar minyak mahal, gas bumi ikut mahal, maka usaha menggunakan energi lain semakin dikembangkan. Sebaliknya, kalau harga migas murah, maka energi lain akan terpukul. Oleh karena itu, pemerintah harus melaksanakan kebijaksanaan terutama dalam usaha diversifikasi energi.

Secara kebijaksanaan memang bisa demikian, tetapi jika harga bahan bakar minyak semakin murah, mungkin akan berakhir yang kurang menguntungkan bagi perkembangan energi di luar migas. Oleh sebab itu, sejak pagi perlu adanya keterpaduan antara penghasil energi dan konsumen energi. Di samping itu, harus diingat pula daya beli masyarakat, adalah tidak wajar jika penghasil tenaga listrik untuk konsumen apalagi industri harus membayar listrik yang mahal. Masalahnya listrik itu menggunakan energi primer yang mahal, padahal yang murah masih ada dan berlimpah.

Energi Bagi Negara Industri

Pengalaman yang jelas dengan bangkitnya negara industri raksasa, kesemuanya itu bangkit dengan lancar karena energi yang melimpah dan murah, yaitu minyak bumi, terutama dari negara-negara yang tergabung dalam OPEC. Kenaikan harga minyak pada 1970-an hingga 1980-an telah menimbulkan berbagai kelesuan ekonomi di berbagai negara dunia, terutama negara-negara industri, karena minyak bumi dari OPEC semakin langka dan mahal. Tetapi sebagai akibat harga minyak OPEC sangat mahal, berbagai negara industri bukan saja berhasil menghemat penggunaan minyak bumi lewat terciptanya berbagai peralatan atau mesin-mesin yang hemat bahan bakar minyak, namun mereka juga berhasil membangun pabrik-pabrik penghasil energi lain. Di samping itu, negara-negara maju mampu pula menghasilkan minyak sendiri, seperti minyak dari Laut Utara, ditambah lagi munculnya minyak dari Non-OPEC.

Dengan prospek harga minyak dunia turun, sebenarnya bisa membangkrutkan kembali industri, bukan saja di negara maju, juga di negara-negara berkembang yang berusaha menjadi negara industri setelah lepas landas.

Kiranya tak berlebihan kalau penulis beranggapan bahwa untuk menjadi Indonesia sebagai negara industri, maka pengadaan energi yang melimpah apalagi murah untuk jangka panjang perlu ada. Mungkin contoh, Amerika Serikat pada 1973 masih sebagai terbesar penghasil minyak di dunia masih mengimpor minyak jutaan barel per hari. Bagi Indonesia hal demikian bisa terjadi (bahkan sudah terjadi alias menjadi net importir minyak, Red). Dengan kata lain, agar dapat menjamin kelangsungan dari lepas landas, maka perkembangan industri di berbagai daerah harus ditunjang oleh pengadaan energi yang cukup apalagi melimpah ruah.

Bachrawi Sanusi, Perspektif Daerah dalam Pembangunan Nasional, 1987.