Penggunaan Minyak Bumi Sebagai Energi

Minyak bumi bukan saja dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk penerangan lampu, sebagai bahan pada petrokimia. Tetapi yang banyak digunakan dunia, yaitu untuk energi sebagai penggerak mesin industri dan kendaraan yang menggunakan minyak bumi.

Semakin pesatnya pertumbuhan industri, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya, maka penggunaan energi berupa minyak bumi juga semakin cepat. Bukan saja penggunaan di negara-negara industri yang semakin meningkat, juga penggunaan minyak bumi sebagai energi semakin meningkat digunakan di negara-negara berkembang walau tidak begitu besar dibandingkan dengan negara industri.

Sebagai gambaran betapa pesatnya penggunaan minyak bumi sebagai energi, terutama di negara industri seperti Amerika Serikat. Negara raksasa ini ternyata peranan minyak bumi sebagai sumber energi telah melampaui penggunaan batubara yang pada mulanya banyak digunakan. Keadaan ini dimulai pada 1948, dimana suplai minyak bumi telah melampaui batubara.

Dari perkembangan pengadaan energi di AS pada 1920 dibandingkan 1955, suatu bukti bahwa peranan minyak bumi sebagai energi semakin nyata. Seperti terlihat pada tabel 1, dimana peranan minyak mentah hanya mencapai 12,5 persen dari jumlah pengadaan energi di AS, dari gas alam hanya 4,3 persen, sedangkan dari batubara 78,4 persen dari jumlah pengadaan atau kebutuhan AS. Sedangkan, tenaga air masih begitu rendah hanya 3,9 persen. Selanjutnya peranan minyak bumi sebagai energi di negara ini semakin terus meningkat, terbukti pada 1955 keadaannya telah berubah. Dimana peranan minyak bumi AS telah mencapai 41,2 persen, gas alam 25,5 persen dari jumlah pengadaan energi untuk memenuhi kebutuhan AS. Sedangkan peranan batubara pada 1955 merosot tinggal 29,5 persen dan tenaga air hanya 3,8 persen.

Tabel 1. Pengadaan Energi Amerika Serikat
Sumber Energi
Jumlah energi dalam persentase
1920
1955
Minyak mentah
13,4
41,2
Gas alam
4,3
25,5
    Minyak dan gas alam
17,7
66,7
Batubara
78,4
29,5
Tenaga air
3,9
3,8
    Jumlah
100
100
               Sumber : Virgil G Guthrie, Petroleum Products Hand Book, Mc Graw Hill, 1960

Semakin meningkatnya peranan minyak bumi sebagai energi, para ahli di negara industri telah meramalkan bahwa dunia akan kekurangan minyak bumi. Ramalan itu pernah dikemukakan pada 1920-an. Kemudian dipertegas lagi dengan adanya ramalan bahwa kelak dunia akan kekurangan minyak yang dikemukakan pada 1930-an dan setelah perang dunia ke-II.

Cadangan Minyak Habis

Secara teori dapat dipastikan bahwa minyak bumi yang merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable) pada akhirnya juga akan habis. Apalagi jika jumlah produksi terus ditingkatkan sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi dunia. Maka cadangan minyak dunia akan segera habis. Sebaliknya kelestarian minyak dunia akan lama habisnya jika negara penghasil minyak secara aktif berperan dalam pengendalian produksi, walaupun berakibat cukup menggelisahkan negara-negara di dunia yang tidak mempunyai energi minyak bumi atau energi lain. Kebijakan OPEC untuk bertindak aktif dalam pengendalian produksi berarti harga minyak dunia akan semakin baik.

Seperti apa yang diperkirakan oleh Dr. Toshiaki Ushijima dalam tulisannya “Forecast of Energy Supply and Demand in the Non-Communist World”, jelas peranan minyak bumi sebagai energi masih tetap tinggi dibandingkan dengan energi lain. pada 1975, pengadaan minyak dunia non-Komunis mencapai 53,2 persen dari jumlah pengadaan energi dunia yang mencapai jumlah 86,5 juta barel per hari (bph). Pada 1985 diperkirakan peranan minyak masih tetap tinggi sekitar 50,9 persen dari jumlah kebutuhan energi (non-Komunis) yang mencapai 126,2 juta bph. Pada 1990 peranan minyak masih tetap 47,6 persen dari 147 juta bph. (lihat tabel 2)

Pada tabel 2, terlihat bahwa peranan energi non-minyak pada 1975 mencapai 40,5 persen, di 1985 sebesar 49,1 persen dan pada 1990 naik menjadi 52,4 persen, sedangkan minyak bumi sebagai energi diperkirakan akan semakin berkurang peranannya, jika masalah harga minyak semakin mahal secara perhitungan ekonomi.

Terlihat seperti keadaan di AS, dimana periode 1950-1973 konsumsi energinya tiap tahun naik rata-rata sebesar 3,5 persen. Kenaikan di sektor industri sebesar 3 persen, di sektor rumah tangga dan perdagangan naik dengan rata-rata 4,3 persen dan di sektor angkutan naik rata-rata 3,4 persen. Tetapi sejak adanya embargo minyak oleh kelompok Arab penghasil minyak pada 1973-1974, maka laju kenaikan konsumsi energi di AS untuk sektor industri turun, walaupun di sektor rumah tangga, perdagangan dan angkutan nampak terjadi pemborosan karena konsumsi bukannya turun tetapi naik.

Khusus minyak bumi konsumsi minyak AS naik rata-rata 4,4 persen per tahun hingga di 1973. Tetapi pertumbuhan ini merosot pada masa resesi 1973-1975, kemudian AS menjadi kecewa lagi karena kenyataannya pada 1976 konsumsi minyak AS mengalami tren yang melonjak menjadi 6,7 persen.

Apabila pemerintah AS tidak dapat mengendalikan pertumbuhan konsumsi minyaknya, maka diperkirakan negara ini pada 1985 akan membutuhkan minyak sebanyak 22,8 juta bph. Sedangkan pada 1976 kebutuhan akan minyak hanya sebesar 17,4 juta bph.

Keadaan yang mencemaskan itulah yang memaksa AS harus bertindak, mengingat kemampuan produksinya sendiri hanya mencapai 10 juta bph pada 1976. Oleh karena itu, muncullah apa yang dinamakan The National Energy Paln yang dikeluarkan oleh Gedung Putih, Washington pada tanggal 29 April 1977.

Tabel 2. Perkiraan Pengadaan Energi Dunia (Non-Komunis)
(dalam jutaan barel ekuivalen minyak bumi dan persentase)
Jenis Energi
1975
1985
1990
Jumlah energi (jutaan bph)
86,5
126,2
147
Minyak bumi
53,2%
50,9%
47,6%
Gas alam
18,5%
16,3%
16%
Tenaga air
7,3%
7,1%
7,1%
Batubara
19,1%
17,4%
19,4%
Tenaga nuklir
1,9%
7,5%
8,2%
Bahan Bakar sintetis dan lain-lain
-
0,8%
1,7%
Sumber: diolah dari Forecast of Energy Supply and Demand in the Non-Communist World


Dari tabel 2 tersebut, terlihat bahwa peranan energi non-minyak pada 1975 mencapai 40,5 persen, di 1985 sebesar 49 persen, Karena peranan minyak bumi semakin penting sebagai bahan energi terutama di AS, tidak mengherankan jika terjadi setiap perubahan atau kenaikan harga minyak OPEC, ternyata AS yang lebih mengajukan protes. Sebab masalah minyak sebagai sumber energi akan berpengaruh bukan saja bagi pertumbuhan ekonomi moneter negara non-Komunis, namun juga akan memperburuk keadaan sosial politik serta keamanan dunia.

Bachrawi Sanusi, Minyak Bumi, Energi dan Diplomasi, 1982.