Perjalanan Serta Peran Minyak dan Gas Bumi Indonesia (Bagian 2-Selesai)

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, termasuk pula kebutuhan akan pelumas bahan baku industri dan lain-lain, Pertamina memiliki kilang minyak di Pangkalan Brandan, Dumai, Sungai Pakning, Musi, Cilacap, Wonokromo, Balikpapan dan Cepu.

Pada 1988 jumlah BBM yang dihasilkan dari kilang-kilang tersebut berupa bahan bakar untuk pesawat terbang (Avgas) lebih dari 68 ribu barel. Dibandingkan dengan 1987 turun 21 persen. Minyak pesawat terbang (Avtur) lebih dari 5.795 ribu barel atau naik 54 persen dibandingkan dengan produksi 1987. Bensin mobil (Mogas) hampir 31.958 ribu barel atau naik 6,7 persen dibanding 1987. Minyak tanah lebih dari 41.413 ribu barel atau turun 1,9 persen dibandingkan 1987 (itu sebabnya konversi ke LPG 3 kg, sudah ada tanda penurunan, Red). Minyak solar (ADO/High Speed Diesel/HSD) hampir 51.480 ribu barel atau naik 4,6 persen dibandingkan dengan 1987. Minyak diesel (Industrial Diesel Oil/IDO) hampir 9.781 ribu barel atau naik 0,4 persen dibanding dengan 1987. Minyak bakar hampir 18.367 ribu barel atau turun 5,8 persen dibandingkan 1987.

Secara keseluruhan jumlah produksi BBM selama 1988 mencapai 158.862 barel atau naik 3,6 persen dibandingkan 1987. Di samping BBM dihasilkan juga BBM sekunder (Naptha, HOMC, LSWR), bukan BBM (LPG, Tolouena, Xylol, Superbenzex, SBPX 40B, pelarut/HAWS, BGO, Lube Base Oil, Bitumen/aspal, Ready Wax/lilin, Calcined Coke, Green Cokes dan Polytam), minyak setengah jadi (intermediate), dan lain-lain (banyak ya, hasil produk sampingan minyak mentah kalau dikelola, bukan hanya digunakan untuk bahan bakar saja loh, Red).

Selain mengelola kilang minyak Pertamina juga menghasilkan LPG dan LNG dan kilang-kilang LPG dan kilang LNG. PAda 1988 jumlah produksi LPG yang dihasilkan dari kilang LPG Arun, Badak, Arjuna, Tanjung Santan, Rantau, Mundu, Musi, Balikpapan, Dumai, Cilacap mencapai jumlah 1.253 ribu metrik ton. Jumlah produksi LNG pada 1988 berasal dari Arun lebih dari 10.746 metrik ton, dan dari kilang LNG Badak hampir 8.165 ribu metrik ton, atau seluruhnya lebih dari 18.911 ribu metrik ton.

Gambaran produksi BBM yang dihasilkan kilang-kilang tersebut selama Pelita IV terlihat pada tabel 7 dan prospeknya selama Repelita V pada tabel 8. Produksi LPG dan LNG selama Pelita IV seperti terlihat pada tabel 9 dan perkiraan pada Repelita V terlihat pada tabel 10.

Tabel 7
Produksi BBM Pelita IV
Tahun
Jumlah (ribuan barel)
1984/85
175.633
1985/86
186.987
1986/87
194.545
1987/88
219.410
1988/89*
229.940
                                    *angka Bappenas
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Tabel 8
Produksi BBM Repelita V
Tahun
Jumlah (ribuan barel)
1989/90
208.401
1990/91
208.401
1991/92
207.737
1992/93
205.967
1993/94
233.032
                                    Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Tabel 9
Produksi LPG dan LNG Pelita IV
Tahun
LPG (ribuan ton)
LNG (ribuan ton)
1984/85
904
15.700
1985/86
802
15.420
1986/87
821
15.730
1987/88
766
17.540
1988/89*
1.377
20.000
                        *angka Bappenas
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Tabel 10
Produksi LPG dan LNG Repelita V
Tahun
LPG (ribuan ton)
LNG (ribuan ton)
1989/90
2.553
19.900
1990/91
2.577
22.100
1991/92
2.577
22.100
1992/93
2.761
22.100
1993/94
3.373
22.100
                        Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi

Pada akhir Repelita V diperkirakan kilang baru Exor dengan kapasitas 100 ribu barel per hari mulai berproduksi. Di samping pengelolahan minyak dan gas bumi juga selama ini, dan mendatang terdapat juga kilang petrokimia yang hasilnya digunakan untuk bahan baku industri dalam negeri (sandang, plastik, farmasi, perekat, pelarut, ban dan lain-lain). Produk petrokimia antara lain Polytam/Poypropylene, PTA/Purified Terephatalic Acid, Methanol Paraxylene (mulai dihasilkan 1991/92) begitu juga benzene mulai 1991-1992. Dari pabrik paraxylene selain hasilnya untuk PTA Plant di Plaju juga akan menhasilkan LPG.

Produksi Polytam selama Repelita V setiap tahun diperkirakan sebanyak 15 ribu ton, PTA tahun pertama 205 ribu ton dan seterusnya 225 ribu ton per tahun, methanol 330 ribu ton, mulai 1991-1992 produksi paraxylene setiap tahunnya 270 ribu ton dan benzene 120 ribu ton.

Kebutuhan BBM dan Non BBM Dalam Negeri

 Sejalan lagu pembangunan nasional di segala sektor, bidang dan regional, baik sektor industri, angkutan, maupun rumah tangga, maka kebutuhan BBM di dalam negeri terus meningkat. Sebagai gambaran, pada 1950 penjualan BBM di dalam negeri masih sebesar 1,1 juta kiloliter, 1966 terus meningkat menjadi 5 juta kiloliter dan pada 1982 naik terus menjadi 25,1 juta kiloliter lebih. Pada akhir Repelita V diperkirakan penjualan BBM bagi kebutuhan dalam negeri akan mencapai sekitar 29,8 juta kiloliter atau 187,2 juta barel (wow, meningkat terus dan saat itu cadangannya dapat menutupi kebutuhan dalam negeri, itu sebab kelebihannya bisa diekspor, Red).

Penjualan BBM dalam negeri pada tahun pertama Pelita IV (1984/1985) berjumlah 24,6 juta kiloliter dan pada 1988/89 (akhir Pelita IV) diperkirakan mencapai 27,9 juta kiloliter. Di samping kebutuhan akan BBM, juga di dalam negeri membutuhkan non BBM, perkiraan penjualan non BBM di dalam negeri berupa pelumas tahun pertama Repelita V (1989/90) sebanyak 353,7 ribu kiloliter (termasuk impor) pada akhir Repelita V (1993/94) naik terus menjadi 382,8 ribu kiloliter. LPG dari 316 ribu ton menjadi 463,85 ribu ton pada akhir Repelita V.

Methanol mixture dari 1,7 ribu kiloliter menjadi 2 ribu kiloliter akhir Repelita V. Aspal dari 400 ribu ton (tahun pertama) menjadi 450 ribu ton tahun terakhir pada repelita V. Wax dari 25 ribu ton menjadi 30 ribu ton. Polytam dari 15 ribu ton hingga akhir Repelita V tetap 15 ribu ton. PTA dari 205 ribu ton menjadi 225 ribu ton akhir Repelita V. P Cokes dari 20 ribu ton menjadi 40 ribu ton. Dutrex dari 2,6 ribu  kiloliter menjadi 3 ribu kiloliter. SMT dari 23 ribu kiloliter menjadi 28 ribu kiloliter. SBP dari 20 ribu kiloliter menjadi 25 ribu kiloliter. SGO setiap tahunnya 700 kiloliter. Methanol dari 225 ribu ton menjadi 300 ribu ton. Kimia pertanian dari 705 kiloliter tahun pertama menjadi 2.550 kilo liter akhir Repelita V (wah, banyak hasil produk non BBM yang bisa dijual, masih ada ga ya?, Red).

Ekspor

Jumlah minyak dan gas bumi yang diekspor, baik berupa minyak mentah, minyak hasil pengolahan, maupun LNG ataupun LPG sangat tergantung pada tingkat produksi (dulu bangga bisa mengekspor dan bisa penuhi kebutuhan dalam negeri, sekarang apa-apa segalanya impor, Red). Sedangkan, tingkat produksi khususnya minyak sangat tergantung pula dari perkembangan pasar dan harga minyak dunia. Jika prospek pasaran dan harga minyak dunia semakin paik, maka kegiatan eksplorasi akan semakin bertambah dan meningkat. Diharapkan produksi minyak juga meningkat.

Oleh karena faktor pasaran dan harga minyak dunia sangat menentukan tingkat produksi, maka sejak beberapa tahun lalu OPEC melakukan kebijaksanaan kuota produksi bagi setiap anggotanya, termasuk kuota minyak bagi Indonesia untuk semester kedua 1989 berjumlah 1,307 juta barel per hari. Sedangkan, Indonesia pernah berproduksi sekitar 1,6 juta barel perhari (oh, jadi meningkatkan produksi karena persyaratan kuota OPEC agar tetap bisa menjadi anggotanya, kalau tidak memenuhi keluar dari keanggotaan. Makanya, pertengahan 2008 keluar dari OPEC selain tidak bisa memenuhi kuota, Indonesia memang sudah menjadi net importir minyak sejak 2003, Red).

Perkembangan ekspor minyak mentah Indonesia pada tahun 1969 sebesar 195,7 juta barel lebih dari produk hanya 34,1 juta barel lebih. Pada 1977, mulai termasuk kondensat, ekspor minyak Indonesia menjadi 485,3 juta barel. Selanjutnya, karena keadaan ekspor minyak mentah termasuk kondensat Indonesia terus menurun, ditambah karena adanya kuota produksi OPEC.

Sebagai gambaran, pada tahun pertama Pelita IV (1984/85) jumlah ekspor minyak mentah termasuk kondesat sebanyak 343,6 juta barel, LPG 742,3 ribu ton, LNG 14,96 juta ton. Pada 1987/1988 ekspor minyak mentah termasuk kondensat 288,7 juta (menurun), LPG terus meningkat menjadi 518 ribu ton dan LNG terus meningkat menjadi 17,28 juta ton (setelah kondisi minyak menurun, giliran gas ditingkatkan ekspornya, Red).

Pada akhir Pelita IV (1988/89) angka sementara ekspor minyak mentah dan kondensat 276,3 juta barel, LPG 1.048,6 ribu ton dan LNG 17,3 juta ton. Sedangkan, prospek ekspor minyak mentah dan kondensat selama repelita V pada tahun pertama (1989/90) diperkirakan 277,1 juta barel, LPG 2.235,7 juta ton dan LNG 17,5 juta ton. Pada akhir Repelita V (1993/94) jumlah minyak mentah dan kondensat yang diekspor kira-kira 290,61 juta barel, LPG 2.909,1 dan LNG 19 juta ton (saat itu, ditingkatkan ekspornya agar penerimaan negara sesuai rencana, tapi kebutuhan dalam negerinya diperhatikan ga ya?, Red).

Selain itu juga, diekspor berupa minyak hasil kilang (produk) seperti Avgas, Avtur, Naptha, Kerosene, Fuel, Oil, Solar dan LSWR, yang pada tahun pertama Repelita V diperkirakan sebesar 63,44 juta barel dan akhir Repelita V 68,65 juta barel. Di samping itu, ekspor berupa hasil pengolahan non BBM seperti methanol, paraxylene, benzene, calcined coke.

Penerimaan Dalam Negeri dan Devisa Migas

Penerimaan dalam negeri dari minyak dan gas bumi serta ekspornya, terlihat seperti tabel 11, dan prospek penerimaan dan hasil ekspor minyak dan gas bumi selama Repelita V terlihat pada tabel 12. Dari gambaran tersebut menunjukkan bahwa hasil dari minyak dan gas bumi masih cukup besar.

Tabel 11
Penerimaan Dalam Negeri dan
Hasil Ekspor dari Minyak dan Gas bumi
Pelita IV
Tahun
Penerimaan Dalam Negeri dari Minyak dan Gas Bumi (miliar Rupiah)
Ekspor (bruto) Minyak dan Gas Bumi (juta US$)
1984/85
10.429,9
13.994
1985/86
11.144,4
12.437
1986/87
6.337,6
6.966
1987/88
10.047,2
8.841
1988/89
9.527,0
7.478*
            *perkiraan
Sumber: Buku pertama Repelita V

Tabel 12
Penerimaan Dalam Negeri dan
Hasil Ekspor dari Minyak dan Gas bumi
Repelita V
Tahun
Penerimaan Dalam Negeri dari Minyak dan Gas Bumi (miliar Rupiah)
Ekspor (bruto) Minyak dan Gas Bumi (juta US$)
1989/90
7.899,7
7.245
1990/91
9.148,7
7.511
1991/92
9.705,9
8.124
1992/93
10.950,2
8.492
1993/94
11.779,2
8.661
Sumber: Buku pertama Repelita V

Bachrawi Sanusi, Hasil Tambang, Minyak dan Gas Bumi Indonesia, 1991.