Dalam Pelita II peranan bahan bakar minyak guna memenuhi kebutuhan dalam negeri sekitar 77,9 persen, sedangkan pada akhir Pelita II konsumsi bahan bakar minyak masih sebesar 81,9 persen dari jumlah kebutuhan energi komersial. Sebaliknya peranan dari energi non minyak, yaitu gas bumi, batubara, tenaga air, panas bumi mulai meningkat, yaitu 18,1 persen pada akhir Pelita II menjadi 22,1 persen dari jumlah kebutuhan energi kemersial pada akhir Pelita III (Repelita IV, buku ke II). Sebagai gambaran pemanfaatan energi Indonesia pada akhir Pelita II dan II dapat terlihat seperti pada tabel 1. Dari tabel itu masih jelas terlihat peranan besar dari bahan bakar minyak atau yang berasal dari minyak bumi. Kemudian semakin bangkitnya pemanfaatan gas bumi yang sangat besar dibandingkan dengan tenaga air, batubara, apalagi panas bumi yang sangat kecil sekali.
Dari gambaran pada tabel 1, mencerminkan adanya usaha memanfaatkan beberapa potensi energi di Indonesia. Walau untuk jangka panjang mungkin persaingan harga antar harga energi itu sendiri harus mendapatkan perhatian yang khusus. Apalagi, jika harga minyak di pasaran dunia semakin murah, maka memungkinkan energi lain akan terpukul.
Tabel 1
Perkembangan/Realisasi Pemanfaatan Energi Komersial Indonesia
Akhir Pelita II dan III
(dalam jutaan setara barel minyak)
Jenis Energi | Akhir Pelita II | Akhir III | Kenaikan |
Gas Bumi | 24,495 (15,31%) | 37,164 (17,70%) | 51,72 |
Batubara | 0,647 (0,40%) | 1,109 (0,53%) | 71,40 |
Tenaga Air | 3,852 (2,41%) | 7,761 (3,69%) | 101,48 |
Panas Bumi | ---- | 0,367 (0,17%) | |
Jumlah Non Minyak | 28,994 (18,12%) | 46,401 (22,09%) | 60,04 |
Minyak Bumi | 131,009 (81,88%) | 163,661 (77,91%) | 24,92 |
Jumlah Seluruh | 160,003 (100%) | 210,062 (100%) | 31,28 |
Sumber: Repelita ke IV, buku ke II
Mungkin bukan di berbagai negara berkembang saja, juga di negara maju, adanya penurunan harga minyak secara drastis bisa menghambat perkembangan teknologi di negara-negara maju atau perlu adanya penjadwalan kembali atau mematikan beberapa proyek atau industri untuk pengembangan energi lain. Masalahnya minyak bumi yang mungkin mudah diangkut, mudah disimpan dan cukup aman, dan sebagainya, kemungkinan semakin murah.
Bagi Indonesia, hal demikian perlu direnungkan. Di satu pihak minyak dan gas bumi masih melimpah, di lain pihak energi lain belum begitu banyak dihasilkan. Hal ini terlihat pada tabel 1.
Gas bumi biasanya diperoleh dalam cadangan-cadangan bersama dengan minyak bumi (associated gas) yang umumnya belum dapat dimanfaatkan kemudian dibakar. Ada juga, gas bumi yang dihasilkan secara terpisah atau tersendiri (non associated gas) yang di Sumatera Selatan telah dimanfaatkan. Pemanfaatan gas bumi juga berkembang untuk beberapa kota di Jakarta, Bogor, Cirebon, Surabaya dan kelak juga Medan, dan lain-lain. Dengan kata lain, sepanjang ada pipa gas bumi, maka gas bumi bisa dimanfaatkan untuk energi di daerah-daerah yang dilaluinya.
Cadangan Energi
Batubara yang berasal dari Bukit Asam pada 1985-1986 produksinya akan ditingkatkan menjadi 3 ton yang sebagian besar dari jumlah itu akan digunakan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya.
Potensi dari air yang berasal dari ribuan sungai besar dan kecil yang terdapat di Indonesia memiliki potensi tenaga air yang cukup besar dan tersebar, terutama Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Potensi teoritis tenaga air di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar paling sedikit 78 ribu MW atau 410.000 GWh, diantaranya sebanyak 34 ribu MW dapat dikembangkan untuk pembangkit-pembangkit listrik berkapasitas 100 MW ke atas.
Potensi energi panas bumi di Indonesia minimal berjumlah 10 ribu MW. Dewasa ini dari beberapa daerah panas bumi yang sudah disurvei antaranya beberapa daerah di Jawa, Bali, Kerinci (Sumatera Barat) dan Lahendong (Sulawesi Utara) sudah dapat diketahui tersedianya potensi energi yang berasal dari sumber panas bumi sekitar 3.300 MW. Belum energi-energi lain terutama nuklir, dimana untuk uraniumnya di dasarkan penelitian terdapat di daerah Kalimantan Barat, walau cadangannya belum diketahui beerapa jumlah. Pemanfaatan sumber energi matahari atau energi surga, misalnya menghasilkan tenaga listrik untuk pompa air, penerangan, komunikasi di daerah-daerah terpencil. Energi angin, pemanfaatan biogas dari kotoran ternak, gambut yang banyak didapat di Irian Jaya, Sumatera dan Kalimantan. Bahkan pemanfaatan kayu yang termasuk energi non komersial pada 1980 konsumsinya se-Indonesia sekitar 43,9 juta ton atau sekitar 83,4 juta meter kubik.
Khusus cadangan batubara di Indonesia, tambang Bukit Asam secara pasti cadangannya berjumlah 200 juta ton yang dapat diusahakan secara tambang terbuku. Kalau saja produksi dari daerah ini sebesar 3 juta ton setahun, berarti usianya bisa mencapai sekitar 70 tahun. Cadangan batubara di Sumatera tidak termasuk Bukit Asam, yang kualitasnya lebih rendah cadangannya diperkirakan 10 miliar ton. Jumlah ini merupakan potensi yang sangat besar bagi pemenuhan kebutuhan energi jangka panjang, sekaligus bisa menjamin kelangsungan pembangunan daerah-daerah terutama yang dekat dengan sumber-sumber batubara. Cadangan batubara Onbilin yang diketahui dengan pasti sekitar 100 juta ton, batubara dari daerah ini bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan industri di Sumatera Barat. Cadangan-cadangan batubara lainnya terdapat di daerah Kalimantan Timur dan Selatan.
Cadangan minyak dan gas bumi Indonesia didasarkan data yang dikeluarkan OPEC (Annual Statistical Bulletin OPEC, 1981) yang juga bersumber data yang dikeluarkan oleh Oil dan Gas Journal dan beberapa negara anggota OPEC, cadangan minyak mentah Indonesia pada 1982 diperkirakan sekitar 9.800 juta barel, sedangkan cadangan terbukti gas bumi sebesar 776 miliar meter kubik. Walau ada perkiraan, bahwa 50 buah cekungan, cadangan minyak yang dapat terambil sekitar 50 miliar barel lagi.
Cadangan gas bumi Indonesia dari perkiraan terakhir sekitar 80 triliun kaki kubik. Jumlah ini bisa menjamin kelangsungan pertumbuhan industri terutama untuk pembangunan antar daerah untuk jangka panjang.
Sumber Energi Repelita IV
Dalam tabel 2, akan terlihat bagaimana rencana pengembangan berbagai sumber energi komersial hingga periode 1988-1989. Pada tabel 2 juga akan terlihat bahwa pemanfaatan gas bumi akan meningkat karena beberapa industri baru akan menggunakan gas bumi baik sebagai energi maupun sebagai bahan baku. Industri-industri yang akan menggunakan gas bumi, yaitu beberapa pabrik semen pupuk, proyek LNG (untuk ekspor), beberapa pabrik semen dan beberapa pusat listrik tenaga uap. Jumlah konsumsi energi gas bumi pada 1988-1989 diperkirakan akan mencapai sekitar 55.246 ribu setara barel minyak. Begitu juga konsumsi batubara diperkirakan meningkat karena adanya pembangunan PLTU Suralaya, Bukit Asam, Ombilin dan beberapa industri kecil.
Konsumsi batubara pada 1988-1989 diperkirakan akan mencapai jumlah 28.244 ribu setara barel minyak.
Tabel 2
Rencana Pengembangan Berbagai Sumber Energi Komersial
Dalam Repelita IV
(jutaan setara barel minyak)
Jenis Energi | Realisasi Akhir Pelita III | Perkiraaan Akhir Repelita IV | Kenaikan |
Gas Bumi (termasuk LPG) | 37,164 (17,70%) | 55,246 (18,90%) | 48,65% |
Batubara | 1,109 (0,53%) | 28,244 (9,67%) | 2.446,80% |
Tenaga Air | 7,761 (3,69%) | 24,330 (8,33%) | 213,49% |
Panas Bumi | 0,367 (0,17%) | 1,958 (0,67%) | 433,51% |
Jumlah Non Minyak | 46,401 (22,09%) | 109,778 (37,57%) | 136,58% |
Minyak Bumi | 163,661 (77,91%) | 182,408 (62,43%) | 11,45% |
Jumlah Energi Komersial | 210,062 (100%) | 292,186 (100%) | 39,09% |
Sumber: Repelita IV, buku ke II
Gambaran jangka panjang yang dapat diandalkan untuk energi bagi pembangunan daerah. Kecuali minyak bumi yang harus dihemat, karena merupakan komoditi ekspor (sayangnya, sudah menjadi net importir sejak 2003, Red), juga gas bumi, batubara, tenaga air dan panas bumi. Walau untuk jangka panjang pengadaan berbagai energi di luar minyak terutama gas bumi dan batubara berlimpah, mungkin dalam jangka pendek merosotnya harga minyak dunia cukup mengganggu. Oleh karena itu, perlu adanya penegasan kebijaksanaan terpadu baik dari perusahaan penghasil energi maupun bagi konsumen, apakah masyarakat langsung, industri atau listrik negara.
Yang pasti kebijaksanaan subsisi untuk energi harus dihapus atau tidak perlu ada. Kalaupun diperlukan subsidi masih harus ditegaskan hingga kapan. Untuk itu, perlu perhitungan yang matang dan tepat agar tidak menjadi kepalang tanggung, Misalnya, minyak melimpah, gas bumi melimpah, harganya pasti murah sedangkan energi lain jauh tertinggal dalam harga. Dengan kata lain, harga energi lain jauh lebih mahal, sehingga secara tak langsung merupakan biaya tinggi yang akan membebani masyarakat atau konsumen.
Energi dan Pembangunan Daerah
Salah satu syarat utama dalam pelaksanaan daerah atau nasional, yaitu yang menyangkut energi. Terutama setelah menjadi energi sekinder berupa listrik. Masalahnya listrik merupakan tulang punggung bagi awal dan kelanjutan pengembangan industri dan tingkat hidup masyarakatnya.
Setelah indonesia berhasil lepas landas, maka pengadaan listrik atau energi bagi industri sudah jauh hari tersedia. Apakah listrik yang dihasilkan negara, maupun listrik yang dibangkitkan oleh industri-industri swasta sendiri. Tentu saja harus disesuaikan dengan bahan bakar yang tersedia banyak, mudah dan murah.
Mungkin untuk melihat hubungan energi lewat pengadaan listrik dengan pembangunan daerah-daerah se-Indonesia lebih mudah. Terutama pengembangan pengadaan listrik oleh negara. Masalahnya, listrik bukan saja untuk industri, tetapi juga dalam pembangunan dalam kaitan komposisi GDP atau PDRB listrik sangat dibutuhkan. Misalnya, untuk kebutuhan pertanian, bangunan, perdagangan/restoran/perhotelan, pengangkutan/komunikasi, bank/lembaga keuangan lainnya, perumahan, pemerintahan/pertahanan, jasa-jasa. Kesemuanya membutuhkan listrik. Oleh karena itu, negara maju seperti Jepang telah mengukur kebutuhan energi jangka panjangnya atas dasar kebutuhan akan jumlah tenaga listrik yang dibutuhkan.
Listrik yang merupakan energi sekunder, bisa dihasilkan dengan memanfaatkan energi primer yang komersial seperti minyak bumi, gas bumi, batubara, tenaga air, panas bumi. Di samping bisa dihasilkan dari energi sinar matahari, angin, perbedaan suhu samudera, dan lain-lain.
Dilihat dari potensi cadangan, dan letak cadangan-cadangan energi terutama gas bumi, misalnya di Sumatera, Kalimantan dan lain-lain, batu bara yang menyebar, tenaga air juga menyebar dan lain-lain, memungkinkan daerah-daerah bisa berkembang sesuai dengan adanya potensi energi di sekitarnya.
Yang nyata lagi pengadaan energi lewat pengadaan listrik bagi pembangunan Nasional ataupun daerah-daerah, misalnya bisa terlihat dengan lokasi rencana pembangunan pembangkit listrik PLN yang diharapkan beroperasi dalam Repelita IV, seperti pada tabel 3 (tambahan kapasitas dalam Repelita IV).
Tabel 3
Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik PLN
Diharapkan Beroperasi di Repelita IV
Nama Pembangkit Listrik | Lokasi | Kapasitas (MW) | ||
Pembangkit Listrik Tenaga Air | ||||
1. | Tes Unit I | Sumatera Selatan | 16 | (4 x 4) |
2. | Tenggari Unit I dan II | Sulawesi Utara | 17 | (2 x 8,5) |
3. | Bakaru Unit I dan II | Sulawesi Selatan | 126 | (2 x 63) |
4. | Sentani Unit I dan II | Irian Jaya | 13 | (2 x 6,5) |
5. | Sengguruh | Jawa Timur | 29 | (1 x 29) |
6. | Wadas Lintang Unit I dan II | Jawa Tengah | 16 | (2 x 8) |
7. | Saguling Unit I dan II | Jawa Barat | 350 | (2 x 175) |
8. | Saguling Unit III dan IV | Jawa Barat | 350 | (2 x 175) |
9. | Cirata Unit I dan II | Jawa Barat | 250 | (2 x 125) |
10. | Cirata Unit III dan IV | Jawa Barat | 250 | (2 x 125) |
11. | Curug | Jawa Barat | 6 | (1 x 6) |
1.423 | ||||
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel | Tersebar | 1.100 | ||
Pembangkit Listrik Tenaga Hidro | Tersebar | 52 | ||
Pembangkit Listrik Panas Bumi | ||||
1. | Kamojang Unit II dan III | Jawa Barat | 110 | (2 x 55) |
2. | Salat Unit I dan II | Jawa Barat | 110 | (2 x 55) |
220 | ||||
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara | ||||
1. | Ombilin Unit I dan II | Sumatera Barat | 100 | (2 x 50) |
2. | Bukit Asam Unit I dan II | Sumatera Selatan | 130 | (2 x 65) |
3. | Suralaya Unit I dan II | Jawa Barat | 800 | (2 x 400) |
4. | Suralaya Unit III dan IV | Jawa Barat | 800 | (2 x 400) |
1.830 | ||||
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Gas Bumi | ||||
1. | Belawan Unit I dan II*) | Sumatera Utara | 130 | (2 x 65) |
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Minyak Bumi | ||||
1. | Gresik Unit III dan IV | Jawa Timur | 400 | (2 x 200) |
2. | Priok Combined Cycle | Jakarta | 100 | |
500 | ||||
Jumlah Tambahan Kapasitas | 5.255 |
*) Pada permulaan operasi masih menggunakan minyak bumi
Sumber: Repelita IV, buku ke II
Dengan kata lain, potensi energi di suatu daerah memungkinkan daerah itu dapat berkembang dengan baik untuk jangka panjang, terutama harus ditunjang oleh energi di luar minyak bumi. Oleh karena itu, keterpaduan dalam usaha pengembangan, pemanfaatan energi di daerah-daerah sangat menentukan. Terutama dalam pengadaan jangka panjang yang cukup atau melimpah apalagi dengan harga energi yang murah.
Melihat energi listrik yang semakin meningkat digunakan di seluruh daerah Indonesia, maka mencerminkan adanya keterkaitan yang erat antara pengadaan energi dan perkembangan pembangunan daerah.
Bachrawi Sanusi, Perspektif Daerah dalam Pembangunan Nasional, 1987.