Pembangunan Daerah Dilihat dari Potensi Energi (Bagian 4-Selesai)

Dalam Pelita II peranan bahan bakar minyak guna memenuhi kebutuhan dalam negeri sekitar 77,9 persen, sedangkan pada akhir Pelita II konsumsi bahan bakar minyak masih sebesar 81,9 persen dari jumlah kebutuhan energi komersial. Sebaliknya peranan dari energi non minyak, yaitu gas bumi, batubara, tenaga air, panas bumi mulai meningkat, yaitu 18,1 persen pada akhir Pelita II menjadi 22,1 persen dari jumlah kebutuhan energi kemersial pada akhir Pelita III (Repelita IV, buku ke II). Sebagai gambaran pemanfaatan energi Indonesia pada akhir Pelita II dan II dapat terlihat seperti pada tabel 1. Dari tabel itu masih jelas terlihat peranan besar dari bahan bakar minyak atau yang berasal dari minyak bumi. Kemudian semakin bangkitnya pemanfaatan gas bumi yang sangat besar dibandingkan dengan tenaga air, batubara, apalagi panas bumi yang sangat kecil sekali.

Dari gambaran pada tabel 1, mencerminkan adanya usaha memanfaatkan beberapa potensi energi di Indonesia. Walau untuk jangka panjang mungkin persaingan harga antar harga energi itu sendiri harus mendapatkan perhatian yang khusus. Apalagi, jika harga minyak di pasaran dunia semakin murah, maka memungkinkan energi lain akan terpukul.

Tabel 1
Perkembangan/Realisasi Pemanfaatan Energi Komersial Indonesia
Akhir Pelita II dan III
(dalam jutaan setara barel minyak)
Jenis Energi
Akhir Pelita II
Akhir III
Kenaikan
Gas Bumi
24,495 (15,31%)
37,164 (17,70%)
51,72
Batubara
0,647 (0,40%)
1,109 (0,53%)
71,40
Tenaga Air
3,852 (2,41%)
7,761 (3,69%)
101,48
Panas Bumi
----
0,367 (0,17%)

Jumlah Non Minyak
28,994 (18,12%)
46,401 (22,09%)
60,04
Minyak Bumi
131,009 (81,88%)
163,661 (77,91%)
24,92
Jumlah Seluruh
160,003 (100%)
210,062 (100%)
31,28
 Sumber: Repelita ke IV, buku ke II

Mungkin bukan di berbagai negara berkembang saja, juga di negara maju, adanya penurunan harga minyak secara drastis bisa menghambat perkembangan teknologi di negara-negara maju atau perlu adanya penjadwalan kembali atau mematikan beberapa proyek atau industri untuk pengembangan energi lain. Masalahnya minyak bumi yang mungkin mudah diangkut, mudah disimpan dan cukup aman, dan sebagainya, kemungkinan semakin murah.

Bagi Indonesia, hal demikian perlu direnungkan. Di satu pihak minyak dan gas bumi masih melimpah, di lain pihak energi lain belum begitu banyak dihasilkan. Hal ini terlihat pada tabel 1.

Gas bumi biasanya diperoleh dalam cadangan-cadangan bersama dengan minyak bumi (associated gas) yang umumnya belum dapat dimanfaatkan kemudian dibakar. Ada juga, gas bumi yang dihasilkan secara terpisah atau tersendiri (non associated gas) yang di Sumatera Selatan telah dimanfaatkan. Pemanfaatan gas bumi juga berkembang untuk beberapa kota di Jakarta, Bogor, Cirebon, Surabaya dan kelak juga Medan, dan lain-lain. Dengan kata lain, sepanjang ada pipa gas bumi, maka gas bumi bisa dimanfaatkan untuk energi di daerah-daerah yang dilaluinya.

Cadangan Energi

Batubara yang berasal dari Bukit Asam pada 1985-1986 produksinya akan ditingkatkan menjadi 3 ton yang sebagian besar dari jumlah itu akan digunakan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya.

Potensi dari air yang berasal dari ribuan sungai besar dan kecil yang terdapat di Indonesia memiliki potensi tenaga air yang cukup besar dan tersebar, terutama Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Potensi teoritis tenaga air di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar paling sedikit 78 ribu MW atau 410.000 GWh, diantaranya sebanyak 34 ribu MW dapat dikembangkan untuk pembangkit-pembangkit listrik berkapasitas 100 MW ke atas.

Potensi energi panas bumi di Indonesia minimal berjumlah 10 ribu MW. Dewasa ini dari beberapa daerah panas bumi yang sudah disurvei antaranya beberapa daerah di Jawa, Bali, Kerinci (Sumatera Barat) dan Lahendong (Sulawesi Utara) sudah dapat diketahui tersedianya potensi energi yang berasal dari sumber panas bumi sekitar 3.300 MW. Belum energi-energi lain terutama nuklir, dimana untuk uraniumnya di dasarkan penelitian terdapat di daerah Kalimantan Barat, walau cadangannya belum diketahui beerapa jumlah. Pemanfaatan sumber energi matahari atau energi surga, misalnya menghasilkan tenaga listrik untuk pompa air, penerangan, komunikasi di daerah-daerah terpencil. Energi angin, pemanfaatan biogas dari kotoran ternak, gambut yang banyak didapat di Irian Jaya, Sumatera dan Kalimantan. Bahkan pemanfaatan kayu yang termasuk energi non komersial pada 1980 konsumsinya se-Indonesia sekitar 43,9 juta ton atau sekitar 83,4 juta meter kubik.

Khusus cadangan batubara di Indonesia, tambang Bukit Asam secara pasti cadangannya berjumlah 200 juta ton yang dapat diusahakan secara tambang terbuku. Kalau saja produksi dari daerah ini sebesar 3 juta ton setahun, berarti usianya bisa mencapai sekitar 70 tahun. Cadangan batubara di Sumatera tidak termasuk Bukit Asam, yang kualitasnya lebih rendah cadangannya diperkirakan 10 miliar ton. Jumlah ini merupakan potensi yang sangat besar bagi pemenuhan kebutuhan energi jangka panjang, sekaligus bisa menjamin kelangsungan pembangunan daerah-daerah terutama yang dekat dengan sumber-sumber batubara. Cadangan batubara Onbilin yang diketahui dengan pasti sekitar 100 juta ton, batubara dari daerah ini bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan industri di Sumatera Barat. Cadangan-cadangan batubara lainnya terdapat di daerah Kalimantan Timur dan Selatan.

Cadangan minyak dan gas bumi Indonesia didasarkan data yang dikeluarkan OPEC (Annual Statistical Bulletin OPEC, 1981) yang juga bersumber data yang dikeluarkan oleh Oil dan Gas Journal dan beberapa negara anggota OPEC, cadangan minyak mentah Indonesia pada 1982 diperkirakan sekitar 9.800 juta barel, sedangkan cadangan terbukti gas bumi sebesar 776 miliar meter kubik. Walau ada perkiraan, bahwa 50 buah cekungan, cadangan minyak yang dapat terambil sekitar 50 miliar barel lagi.

Cadangan gas bumi Indonesia dari perkiraan terakhir sekitar 80 triliun kaki kubik. Jumlah ini bisa menjamin kelangsungan pertumbuhan industri terutama untuk pembangunan antar daerah untuk jangka panjang.

Sumber Energi Repelita IV

Dalam tabel 2, akan terlihat bagaimana rencana pengembangan berbagai sumber energi komersial hingga periode 1988-1989. Pada tabel 2 juga akan terlihat bahwa pemanfaatan gas bumi akan meningkat karena beberapa industri baru akan menggunakan gas bumi baik sebagai energi maupun sebagai bahan baku. Industri-industri yang akan menggunakan gas bumi, yaitu beberapa pabrik semen pupuk, proyek LNG (untuk ekspor), beberapa pabrik semen dan beberapa pusat listrik tenaga uap. Jumlah konsumsi energi gas bumi pada 1988-1989 diperkirakan akan mencapai sekitar 55.246 ribu setara barel minyak. Begitu juga konsumsi batubara diperkirakan meningkat karena adanya pembangunan PLTU Suralaya, Bukit Asam, Ombilin dan beberapa industri kecil.

Konsumsi batubara pada 1988-1989 diperkirakan akan mencapai jumlah 28.244 ribu setara barel minyak.

Tabel 2
Rencana Pengembangan Berbagai Sumber Energi Komersial
Dalam Repelita IV
(jutaan setara barel minyak)
Jenis Energi
Realisasi
Akhir Pelita III
Perkiraaan
Akhir Repelita IV
Kenaikan
Gas Bumi (termasuk LPG)
37,164 (17,70%)
55,246 (18,90%)
48,65%
Batubara
1,109 (0,53%)
28,244 (9,67%)
2.446,80%
Tenaga Air
7,761 (3,69%)
24,330 (8,33%)
213,49%
Panas Bumi
0,367 (0,17%)
1,958 (0,67%)
433,51%
Jumlah Non Minyak
46,401 (22,09%)
109,778 (37,57%)
136,58%
Minyak Bumi
163,661 (77,91%)
182,408 (62,43%)
11,45%
Jumlah Energi Komersial
210,062 (100%)
292,186 (100%)
39,09%
Sumber: Repelita IV, buku ke II

Gambaran jangka panjang yang dapat diandalkan untuk energi bagi pembangunan daerah. Kecuali minyak bumi yang harus dihemat, karena merupakan komoditi ekspor (sayangnya, sudah menjadi net importir sejak 2003, Red), juga gas bumi, batubara, tenaga air dan panas bumi. Walau untuk jangka panjang pengadaan berbagai energi di luar minyak terutama gas bumi dan batubara berlimpah, mungkin dalam jangka pendek merosotnya harga minyak dunia cukup mengganggu. Oleh karena itu, perlu adanya penegasan kebijaksanaan terpadu baik dari perusahaan penghasil energi maupun bagi konsumen, apakah masyarakat langsung, industri atau listrik negara.

Yang pasti kebijaksanaan subsisi untuk energi harus dihapus atau tidak perlu ada. Kalaupun diperlukan subsidi masih harus ditegaskan hingga kapan. Untuk itu, perlu perhitungan yang matang dan tepat agar tidak menjadi kepalang tanggung, Misalnya, minyak melimpah, gas bumi melimpah, harganya pasti murah sedangkan energi lain jauh tertinggal dalam harga. Dengan kata lain, harga energi lain jauh lebih mahal, sehingga secara tak langsung merupakan biaya tinggi yang akan membebani masyarakat atau konsumen.

Energi dan Pembangunan Daerah

Salah satu syarat utama dalam pelaksanaan daerah atau nasional, yaitu yang menyangkut energi. Terutama setelah menjadi energi sekinder berupa listrik. Masalahnya listrik merupakan tulang punggung bagi awal dan kelanjutan pengembangan industri dan tingkat hidup masyarakatnya.

Setelah indonesia berhasil lepas landas, maka pengadaan listrik atau energi bagi industri sudah jauh hari tersedia. Apakah listrik yang dihasilkan negara, maupun listrik yang dibangkitkan oleh industri-industri swasta sendiri. Tentu saja harus disesuaikan dengan bahan bakar yang tersedia banyak, mudah dan murah.

Mungkin untuk melihat hubungan energi lewat pengadaan listrik dengan pembangunan daerah-daerah se-Indonesia lebih mudah. Terutama pengembangan pengadaan listrik oleh negara. Masalahnya, listrik bukan saja untuk industri, tetapi juga dalam pembangunan dalam kaitan komposisi GDP atau PDRB listrik sangat dibutuhkan. Misalnya, untuk kebutuhan pertanian, bangunan, perdagangan/restoran/perhotelan, pengangkutan/komunikasi, bank/lembaga keuangan lainnya, perumahan, pemerintahan/pertahanan, jasa-jasa. Kesemuanya membutuhkan listrik. Oleh karena itu, negara maju seperti Jepang telah mengukur kebutuhan energi jangka panjangnya atas dasar kebutuhan akan jumlah tenaga listrik yang dibutuhkan.

Listrik yang merupakan energi sekunder, bisa dihasilkan dengan memanfaatkan energi primer yang komersial seperti minyak bumi, gas bumi, batubara, tenaga air, panas bumi. Di samping bisa dihasilkan dari energi sinar matahari, angin, perbedaan suhu samudera, dan lain-lain.

Dilihat dari potensi cadangan, dan letak cadangan-cadangan energi terutama gas bumi, misalnya di Sumatera, Kalimantan dan lain-lain, batu bara yang menyebar, tenaga air juga menyebar dan lain-lain, memungkinkan daerah-daerah bisa berkembang sesuai dengan adanya potensi energi di sekitarnya.

Yang nyata lagi pengadaan energi lewat pengadaan listrik bagi pembangunan Nasional ataupun daerah-daerah, misalnya bisa terlihat dengan lokasi rencana pembangunan pembangkit listrik PLN yang diharapkan beroperasi dalam Repelita IV, seperti pada tabel 3 (tambahan kapasitas dalam Repelita IV).

Tabel 3
Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik PLN
Diharapkan Beroperasi di Repelita IV
Nama Pembangkit Listrik
Lokasi
Kapasitas
(MW)
Pembangkit Listrik Tenaga Air
1.
Tes Unit I
Sumatera Selatan
16
(4 x 4)
2.
Tenggari Unit I dan II
Sulawesi Utara
17
(2 x 8,5)
3.
Bakaru Unit I dan II
Sulawesi Selatan
126
(2 x 63)
4.
Sentani Unit I dan II
Irian Jaya
13
(2 x 6,5)
5.
Sengguruh
Jawa Timur
29
(1 x 29)
6.
Wadas Lintang Unit I dan II
Jawa Tengah
16
(2 x 8)
7.
Saguling Unit I dan II
Jawa Barat
350
(2 x 175)
8.
Saguling Unit III dan IV
Jawa Barat
350
(2 x 175)
9.
Cirata Unit I dan II
Jawa Barat
250
(2 x 125)
10.
Cirata Unit III dan IV
Jawa Barat
250
(2 x 125)
11.
Curug
Jawa Barat
6
(1 x 6)

1.423

Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
Tersebar
1.100

Pembangkit Listrik Tenaga Hidro
Tersebar
52

Pembangkit Listrik Panas Bumi



1.
Kamojang Unit II dan III
Jawa Barat
110
(2 x 55)
2.
Salat Unit I dan II
Jawa Barat
110
(2 x 55)

220

Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara



1.
Ombilin Unit I dan II
Sumatera Barat
100
(2 x 50)
2.
Bukit Asam Unit I dan II
Sumatera Selatan
130
(2 x 65)
3.
Suralaya Unit I dan II
Jawa Barat
800
(2 x 400)
4.
Suralaya Unit III dan IV
Jawa Barat
800
(2 x 400)

1.830

Pembangkit Listrik Tenaga Uap Gas Bumi



1.
Belawan Unit I dan II*)
Sumatera Utara
130
(2 x 65)
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Minyak Bumi



1.
Gresik Unit III dan IV
Jawa Timur
400
(2 x 200)
2.
Priok Combined Cycle
Jakarta
100


500

Jumlah Tambahan Kapasitas
5.255

*) Pada permulaan operasi masih menggunakan minyak bumi
Sumber: Repelita IV, buku ke II

Dengan kata lain, potensi energi di suatu daerah memungkinkan daerah itu dapat berkembang dengan baik untuk jangka panjang, terutama harus ditunjang oleh energi di luar minyak bumi. Oleh karena itu, keterpaduan dalam usaha pengembangan, pemanfaatan energi di daerah-daerah sangat menentukan. Terutama dalam pengadaan jangka panjang yang cukup atau melimpah apalagi dengan harga energi yang murah.

Melihat energi listrik yang semakin meningkat digunakan di seluruh daerah Indonesia, maka mencerminkan adanya keterkaitan yang erat antara pengadaan energi dan perkembangan pembangunan daerah.

Bachrawi Sanusi, Perspektif Daerah dalam Pembangunan Nasional, 1987.


Mengajar Tidak (Selalu) Membosankan

Cara mengajar bagi setiap pengajar atau guru memiliki ciri khas masing-masing, namun kenyataan di lapangan tidak semua pengajar dapat menyampaikan metode mengajarnya dan diterima oleh murid yang diajarkannya. Bukan karena kendala fasilitas yang perlu tersedia, dan tidak perlu juga harus yang berteknologi dalam hal proses mengajar, sementara banyak tugas yang harus dikejar para guru, dan bahkan bisa menjadi beban untuk mengikuti kurikulum yang ditetapkan.

Hikmat Hardono
Lalu, bagaimana caranya agar metode mengajar tidak menjadi beban guru dan murid juga tidak ketumpuan dalam menerima ilmu yang seharusnya didapatkan?

Direktur Ekskutif Indonesia Mengajar Hikmat Hardono menceritakan, dari refleksi pengalaman Indonesia Mengajar yang sudah berumur 3 tahun ini, akhirnya dapat menciptakan ide dengan membuat media-media belajar yang kreatif. Hal ini karena di lapangan ditemukan, adanya berbagai peraga yang diterima oleh suatu sekolah, tapi tidak mudah untuk diimplementasikan. Karena lebih mengirimkan apa yang kita pikir mereka butuhkan, bukan apa yang dapat diimplementasikan oleh mereka.

Relawan sedang mengemas
Kotak Cakrawala
Itu sebabnya dibuat rumusan-rumusan media belajar yang diperkenalkan melalui Festival Gerakan Indonesia Mengajar (FGIM) pada tanggal 5-6 Oktober 2013 di Eco Park Ancol Jakarta. Tentunya, untuk membuat rumusan tersebut tidak bisa sendirian, tetapi dibantu oleh relawan minimal 845 orang dalam menyiapkan FGIM, serta hampir 9.000 orang relawan yang tergerak untuk kerja bakti membuat media belajar seperti Kotak Cakrawala, Kartupedia, Kepingpedia, Surat Semangat, Kemas-Kemas Sains, Teater Dongeng, Melodi Ceria, Sains Berdendang, Video Profesi yang nantinya akan disebar ke 17 kabupaten di Indonesia.

Salah satu kota tujuan Kotak Cakrawala
"Kami menyaksikan sesungguhnya banyak orang bekerja dan berbakti bagi Republik ini dengan rendah hati, penuh semangat dan penuh dengan ide dari daerah-daerah, di 17 kabupaten itu, bahkan ini di luar ekspetasi kita yang di Jakarta, kita sering dengar berita yang tidak baik gambaran dari pendidikan Indonesia, ternyata banyak orang kerja keren-keren dan penuh semangat,” ujar Hikmat.


Bekerja Tidak Sekedar Omongan Belaka

Kotak Cakrawala siap di kirim
ke 17 Kabupaten
Tanpa kita sadari, lanjut Hikmat, ternyata ada kepala sekolah yang luar biasa berbakti terhadap gurunya, kemudian guru yang sayang dengan murid-muridnya jumlahnya banyak, mereka mendidik lebih dari yang diminta, mereka berikan lebih dari sekedar mendidik. Di luar itu masih banyak pegawai seperti pegawai sipil, tentara, dokter dan lain-lainnya yang ternyata aktif dalam dunia pendidikan. “Menurut kami, mereka layak dan perlu dihormati dan cara menghormatinya adalah kita ikut turut bekerja tidak sekedar hanya omongan belaka. Malu kita hanya dengan cara memberi penghargaan tapi kita tidak turut bekerja,” terangnya.

Hikmat mencontoh salah satu media belajar bernama Kartupedia, yaitu mencari informasi dalam bentuk kartu, misalkan tema tokoh pahlawan. “Mungkin di daerah yang terkoneksi dengan internet dengan mudah bisa mencari, tetapi hal itu tidak bisa dilakukan bagi daerah-daerah yang tidak terkoneksi internet, artinya perlu cara bagaimana menyampaikan informasi tersebut, dengan media-media lain dan bisa implementasikan secara general dan mudah,” jelasnya.

Relawan sedang membuat
KartuPedia
Untuk terciptanya media tersebut, juga dibutuhkan kerja sama, dimana manfaatnya tidak hanya dirasakan bagi yang menerima media-media tersebut, namun yang membuat media tersebut juga turut merasakan suasana belajarnya. Akhirnya muncul, rasa kepercayaan dan dorongan semangat yang ternyata dengan media seperti ini bisa turut membantu dalam hal proses mengajar. Dasar itu yang membuat Indonesia Mengajar (IM) bersama-sama saling mengaktivasi diri, kemudian terlibat dan bertemu dengan orang-orang yang memiliki energi yang sama.

“Dari pengalaman kami untuk mendapatkan solusi agar dapat menjembatani metode mengajar yang distandarkan Kementerian Pendidikan adalah turun ke lapangan, dan itu tidak hanya sekedar survei, assessment, forum diskusi, tidak bisa seperti itu. Harus tinggal di daerahnya, seperti kata Rendra bahwa kita harus turun ke desa-desa keluar ke jalan-jalan untuk menghayati,” ujar Hikmat
  
Saat menghayati tersebut, bagi Hikmat, baru bisa temukan solusi yang ternyata tidak tunggal. Karena saat ini masih berpandangan semua diselesaikan dengan satu tangan atau satu model tunggal. “Tidak bisa, tetap harus di customize(disesuaikan) setiap daerah pendekatannya berbeda-beda. Oleh karena itu, pendekatan IM dengan pelibatan untuk menggerakkan, dan yang paling gampang adalah dengan memberi contoh dengan mendorong pelibatan langsung kepada pemerintah daerah. Sehingga, beberapa kabupaten memiliki inovasi sendiri-sendiri, sehingga tidak ada satu model tunggal yang tercipta,” terangnya.


Hikmat mencontohkan, di Halmahera Selatan punya tantangan tersendiri setiap pulau-pulau punya kekurangan masing-masing, akhirnya yang mereka lakukan mengajak guru-guru di pulau tertentu untuk ngajar selama waktu tertentu, yang dinamakan Gerakan Desa Cerdas.

Shally Pristine
Sementara di Maluku Tenggara Barat, salah satu pengajar muda Indonesia Mengajar Shally Pristine menceritakan, awalnya guru-guru di sana bertanya bagaimana guru IM ini bisa mengajar dan lebih diterima metode mengajarnya oleh murid-murid. “Sehingga kita ajak guru-guru untuk mengikuti beberapa hari di sesi karantina Guru Muda IM. Setelah itu, mereka tergerak membuat suatu model pelatihan untuk guru-guru, seperti Guru Model yang diberi pelatihan intensif layaknya karantina Guru Muda IM. Semua kami berikan segala metodenya, dan mereka yang menjalankannya,” ujar Shally.

Dengan seperti ini, lanjut Hikmat, kita tidak perlu dibelit-belitkan dengan kontrak kerja sama, karena programnya dengan sendirinya berjalan. “Kami juga punya prinsip dengan teman-teman IM, lebih baik pendekatannya personal dahulu, karena terlalu senang berelasi membangun hubungan ke berbagai lembaga, tapi eksekusinya mana? sedangkan yang kita butuhkan ada pergerakkan yang cepat, tidak perlu terlalu banyak seremonial,” ungkapnya.

Yang Bertanya, Yang Bertanggung Jawab

Relawan membuat
Video Profesi
IM juga punya pepatah yang bertanya, yang bertanggung jawab. Karena tidak berambisi menjadi organisasi yang besar, yang penting pergerakkannya yang menghasilkan impact (dampak). Sehingga, kalau ada yang tanya, kok di kota saya belum ada? artinya, yang bertanya bertanggung jawab untuk mewujudkan di kotanya dan kita coba memfasilitasi dan bareng-bareng wujudkan. Seperti Kelas Inspirasi pertama kali diadakan di Jakarta sebanyak 25 sekolah, kemudian bergulir dilakukan di beberapa kota lainnya, karena ada yang bertanya.

Shally bahkan mengungkapkan, kenapa akhirnya bisa diadakan di Bali, karena Prof. Dr. Anak Agung Gde Muninjaya, MPH yang merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana menanyakan kenapa Kelas Inspirasi di Bali tidak ada? setelah beliau melihat ada artikel mengenai KI di suatu media online. "Kemudian saya jawab, ya sudah Bapak bikin aja, dan beliau bertanya bagaimana caranya. Kemudian kita berikan tutorial, step by step, yang akhirnya pak Munin mengumpulkan beberapa temannya, bahkan sampai melibatkan seorang Bupati sebagai relawan," terangnya. (saat itu, penulis turut ikut dalam Kelas Inspirasi Bali, 11 Juni 2013. Artikel terkait Berbagi Pengetahuan dengan Kesederhanaan)

Relawan mengemas materi
Kemas-kemas Sains
Sehingga, lanjut Hikmat, bukan kita yang meminta atau memutuskan agar program ini dilaksanakan di beberapa daerah. "Namun siapa yang mau, mari bareng-barengkita wujudkan, kami fasilitasi bahkan mau diduplikasi modelnya silahkan, tidak harus memakai IM juga boleh," ujarnya. Tapi, Hikmat menegaskan, selama berinteraksi langsung dengan murid, seperti Kelas Inspirasi, tidak menyarankan membagikan sesuatu berbentuk dana, produk bahkan sponsor. Hal ini yang membedakan dengan FGIM yang interaksinya tidak langsung dengan murid, karena ini merupakan bagian dari kerja bakti.

Menurut Hikmat, pendidikan itu strategis, sehingga seringkali kerja bakti yang diharapkan hanya sekedar acara bakti sosial atau terjebak tahap ide saja. Maka, perlu ditetapkan targetnya, siapa saja yang diajak, kemudian diundang untuk bekerja termasuk iurannya. "Semua relawan melakukan iuran, sehingga tidak ada tempat duduk VVIP," jelasnya. Sebab, lanjut dia, kebanyakan orang tidak percaya diri untuk mengajak orang untuk berkorban terlebih dahulu, maka kita mengorbankan lebih dahulu agar yang diajak mau ikut berkorban. "Namun, di sini kita semua berkorban. Kalau yang diajak tidak cocok atau tidak mau, tidak ada masalah mungkin masih bisa berbuat baik di tempat lain. Jadi berkorban ternyata pilihan juga ya, disesuaikan dengan kapasitas masing-masing individu," terangnya.

Posisi Indonesia Mengajar

KepingPedia, Surat Semangat
siap dikirim ke 17 kabupaten
Hikmat menjelaskan, IM secara bentuk legal merupakan yayasan, tapi bentuk sosial adalah gerakan. “Bila gerakan siapa pemiliknya? ya kita semua, hanya saja secara legal Anies Baswedan sebagai perintis dan yang mendirikan IM. Beliau juga sebagai ketua dewan pengurus, namun ketika menerima undangan konvensi calon presiden dari suatu partai politik, beliau menyatakan mengundurkan diri dari yayasan. Kalau menurut saya, sebagai posisi pendiri memang tidak bisa digantikan, dan pengunduran dirinya disampaikan beliau untuk mengelola kemungkinan conflict of interest. Kemudian apakah IM akan terus berkembang? Tentu, karena sebagai bentuk sosial yang dimiliki semua,” jelasnya.

Adapun, persyaratan untuk menjadi Guru Muda IM maksimal umur 25 tahun, dan belum menikah. Setelah lolos dari seleksi, Guru Muda IM punya tugas mengajar diberbagai daerah sesuai dengan penempatan yang ditetapkan selama jangka waktu 5 tahun. "Tapi, setiap tahun pindah daerahnya. Kenapa? biar gacepat galau alias ga bosan," ungkap Hikmat dengan tersenyum.

Dia juga menjelaskan, tentunya ada biaya opersional yang dikeluarkan dan dalam menggalang pendanaan tersebut tentunya membutuhkan prosedur hukum, maka bentuk legalnya yang digunakan, yaitu yayasan. "Sehingga, bentuk sponsor dikumpulkan dan dikelola oleh relawan untuk kebutuhan dari kegiatan, seperti FGIM terkumpul Rp1,5 miliar," terangnya. Terakhir, Hikmat mengatakan, bahwa kalaupun aktivitasnya tidak membutuhkan legal tetap bisa jalan dengan inisiatif sendiri, selama berniat untuk kebaikan.


Berhenti mengeluh tidaklah cukup.
Berkata-kata indah dengan penuh semangat juga tidak akan pernah cukup.
Saatnya beraksi.

Segera berbuat, serentak bergerak.