Setiap kehidupan manusia di dunia ini selalu berusaha mengubah nasib. Mereka berusaha mencari bagaimana dengan pengorbanan kerja atau tenaga yang sedikit dapat menghasilkan suatu hasil yang sangat besar. Prinsip ekonomi baik secara sadar atau tidak sadar telah dilaksanakan oleh setiap orang. Kesemuanya akan mendorong banyak keinginan untuk berbagai kebutuhan akan rumah, pangan serta kebutuhan akan kemakmuran bangsa secara keseluruhan. Para ahli terus berusaha meningkatkan taraf hidup suatu bangsa sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan struktur ekonomi suatu negara, berkat adanya kemajuan keahlian, teknologi, kekayaan akan sumber-sumber alam terutama energi dan sebagainya, dari struktur pertanian beralih ke struktur ekonomi yang didasarkan industri.
Orang mulai percaya bahwa untuk suatu negara harus berusaha mencapai keuntungan yang besar, agar negaranya menjadi negara industri. Revolusi industri di Inggris merupakan pengalaman industrialisasi yang mengundang masalah pengangguran.
Sebuah kereta api pada mulanya digerakkan dengan kayu bakar, arang kayu, kemudian berubah dengan menggunakan batubara. Batubara merupakan kunci bukan saja bagi mesin-mesin industri, tetapi juga bagi kepentingan angkutan darat dan laut. Tetapi mengingat sifat batubara pada waktu itu masih merupakan sumber energi yang banyak memakan tempat dalam pemasarannya, serta kecelakaan tambang terutama dalam tambang-tambang dalam. Begitu juga bahaya pengotoran lingkungan, merupakan keadaan yang diperkirakan kurang efektif dan efisien, maka mulailah orang berusaha untuk menjadikan minyak bumi sebagai sumber energi.
Tujuan Menjajah
Sebelumnya minyak bumi memang sudah banyak digunakan manusia terutama untuk menyalakan api obor, bahkan digunakan oleh tentara Portugis untuk keperluan perang. Pada mulanya negara-negara, seperti Inggris, belanda dan Amerika Serikat membangkitkan mesin-mesin industrinya dengan batubara, dengan mengharapkan pengadaan bahan mentah dari hasil pertanian negara-negara jajahannya. Kemudian munculnya mesin-mesin industri, mereka juga mencoba menitikberatkan pada usaha mengeduk kekayaan energi batubara dari negara jajahan.
Dengan demikian negara-negara yang pernah menjajah, telah menguasai sumber-sumber utama yang menunjang kemajuan industri dan ekonominya. Pertama, berupa bahan mentah hasil pertanian yang berlimpah-limpah dengan harga sangat murah. Kedua, berupa batubara yang dapat digunakan pada mesin-mesin industri mereka. Ketiga, mereka memanfaatkan negara jajahannya sebagai tempat pelemparan hasil industrinya. Dengan kata lain, negara yang kuat harus menjajah beberapa negara lemah untuk memenuhi kepentingan mereka. Kiranya tidak berlebihan negara lemah disebut imperialis.
Imperialisme sebenarnya telah lama ada sepanjang sejarah dunia ini. Nafsu menjajah guna memperluas daerah telah ada sejak jaman Fir’aun memerintah Mesir. Bangsa Romawi menduduki daerah sekeliling Laut Tengah juga semata-mata bertujuan menguasai kekayaan. Pada abad ke-6 bangsa Astek di Meksiko di eksploatir oleh bangsa Spanyol.
Apalagi, setelah muncul merkantilisme di mana negara-negara Eropa yang menjalankan teori itu butuh perluasan daerah untuk pelemparan hasil industrinya. Perancis dan Inggris giat memperluas daerah jajahannya di Amerika dan Asia.
Jika ditarik suatu kesimpulan, pada mulanya penjajahan dimaksufkan untuk mempertinggi kekuasaan, mengeruk bahan mentah serta melempar hasil industrinya. Perkembangan industrialisasi semakin pesat setelah ditemukan minyak bumi di Titusville, Pennsylvania, Amerika Serikat pada tanggal 27 Agustus 1859. Cara penemuan minyak yang diusahakan oleh Edwin L. Drake merupakan usaha peningkatan produksi dari permukaan-permukaan sumber-sumber air, empang yang kebetulan terdekat dengan ladang minyak.
Sebenarnya penggunaan minyak bumi itu sendiri sudah sejak lama. Pada jaman raja-raja Pharaoh, aspal telah digunakan sebagai bahan pengeras jalan. Aspal merupakan jenis minyak yang sangat tinggi titik bekunya. Bangsa Romawi menggunakan minyak bumi untuk lampu-lampu mereka dan diberi nama petroleum (petra, artinya batu dan eleum, artinya minyak). Begitu juga orang-orang Cina di jaman kuno menggunakan gas alam guna pemanas rumah.
Pencarian Minyak Besar-besaran
Ditemukannya minyak di Amerika Serikat dengan teknologi yang lebih maju dibandingkan pada waktu sebelumnya, maka pengadaan minyak dan pencarian minyak di dunia ini semakin ramai. Hal ini terjadi bukan saja di negara induknya, tetapi juga di berbagai negara jajahan negara industri. Misalnya, di Indonesia usaha pencarian minyak oelh Belanda telah dilakukan sejak 1871, di Jawa Barat. Sebelum dijumpai cara pengeboran minyak oleh Drake pada 1847 di Glassgow, Inggris, telah dijumpai cara pengolahan minyak mentah menjadi minyak murni untuk lampu. Keadaan inilah yang mendorong usaha pencarian minyak secara besar-besaran dengan tingkat teknologi yang semakin maju.
Pengusahaaan minyak akhirnya menyebar ke berbagai negara yang kaya akan cadangan minyak. Mulailah bergerak perusahaan non-pemerintah yang bergerak dalam usaha pencarian, pengolahan dan perdagangan minyak bumi. Pada kenyataannya, hasil minyak itu hanya dimanfaatkan oleh perusahaan minyak asing dan bukan oleh perusahaan nasional, karena waktu itu perjuangan nasional belum menunjukkan gigi atau belum tepat waktunya.
Misalnya, pada 1914 dibentuklah perusahaan minyak The Iraq Petroleum Company yang merupakan perusahaan minyak Turki. Pada 1931 perusahaan Gulf dan BP (British Petroluem) melakukan perjanjian dengan memperoleh hak konsesi untuk mengusahakan minyak di Kuwait. Pada 1901, William K D Aroy memperoleh hak konsesi selama 60 tahun guna mengusahakan minyak di Iran (dahulu The Persian Empire), yang kemudian konsesi ini beralih ke BP Burmah Oil Co.
Mencari Keuntungan Maksimal
Berkembangnya pemanfaatan minyak bumi bukan sebagai bahan bakar untuk penerangan saja, tetapi juga untuk penggerak mesin atau kepentingan energi bahkan kepentingan petrokimia, maka motif mencari keuntungan yang maksimal atas pengusahaan minyak semakin menjadi-jadi.
Usaha minyak di dunia pada akhirnya seakan-akan terus dikuasai oleh tujuh perusahaan minyak internasional (seven sisters), yaitu Exxon, Mobil, Texaco, SoCal, Gulf, Royal Dutch Shell dan BP. Sedangkan perusahaan minyak internasional lainnya yang independen seperti Compagnis Francaies-Petrola, Continental, Marathon, Amerada Hassa dan Occidental.
Sedangkan usaha minyak internasional kenyataannya ada di tangan Amerika Serikat, karena di negara ini terdapat delapan perusahaan minyak raksasa yang diantaranya merupakan kelompok tujuh perusahaan minyak raksasa internasional, yaitu Exxon, Mobil, SoCal, Stand (Ind.), Texaco, Gulf, Shell dan ARCO. Sedangkan beberapa perusahaan minyak Amerika Serikat yang juga besar (lesser majors), yaitu Getty, Phillips, Signal, Union, Continental, Sun, Amerada Hess, Cities Service dan Marathon.
Mereka inilah yang pada kenyataannya menguasai minyak di beberapa negara di dunia telah beralih ke tangan produsen minyak (OPEC). Pada mulanya, sebelum OPEC berhasil dalam perjuangannya, segala usaha pencarian, pengolahan, pemasaran, angkutan bahkan harga jualnya ada di tangan perusahaan minyak raksasa internasional. Tetapi, nampaknya sekarang negara-negara industri terutama Amerika Serikat telah kehilangan hak pengendalian atas minyak dunia. Sehingga perusahaan minyak raksasa semata-mata hanya akan bergerak pada masalah perdagangan, pengadaan peralatan serta pengangkutan minyak.
Baru setelah beberapa negara terlepas dari belenggu penjajahan, maka muncullah perusahaan nasional, seperti halnya muncul PTMRI di Indonesia yang kemudian menjadi TMSU tersebut, yang akhirnya berkembang menjadi Pertamina. Begitu juga bermunculan perusahaan nasional di berbagai negara penghasil minyak yang kemudian membentuk OPEC.
Adanya pengusahaan minyak oleh perusahaan minyak raksasa, maka perusahaan itu telah memperoleh hasil terbesar, mengingat arga minyak pada waktu itu (sistem posted price) berada di tangan perusahaan minyak raksasa. Jika posted price kecil apalagi diturunkan, yang sangat rugi adalah negara penghasil minyak, dalam hal ini terutama negara-negara yang sebelumnya masuk OPEC.
Sekarang perusahaan minyak raksasa pada umumnya, tak lagi mempunyai hak konsesi untuk mengusahakan minyak di berbagai negara OPEC. Mereka telah terikat dengan perjanjian-perjanjian baru, misalnya dengan sistem bagi hasil atau dengan cara joint venture.Walaupun demikian, pada kenyataannya untuk jenis produk minyak (hasil pengolahan) masih dikuasai negara maju atau perusahaan minyak internasional yang termasuk raksasa. Karena ternyata OPEC hanya mampu mengolah minyak dengan jumlah kapasitas sekitar 6 persen saja dari dunia, terbesar berada di tangan perusahaan-perusahaan minyak raksasa atau terletak di negara-negara dari dunia industri atau maju.
Bachrawi Sanusi, Minyak Bumi, Energi dan Diplomasi, 1982.