Apabila energi nuklir tak dapat muncul dengan segera maka dunia akan terus dihantui krisis energi. Krisis energi akan selalu muncul jika pengadaan minyak dunia semakin terkendali, semakin diperkecil dan harganya akan terus naik setinggi langit. Karena semakin mahalnya minyak bumi, maka berbagai negara maju berusaha, bukan saja mengurangi ketergantungan akan minyak bumi impor, tetapi berusaha mencari minyak bumi sendiri. Inggris telah membuktikan, sebagai negara yang bukan lagi negara maju tergantung impor minyak, tetapi menjadi sebaliknya. Inggris telah mampu mengekspor minyak buminya, pada 1978 mampu mengekspor minyak mentah sebanyak 22 juta metrik ton dan di 1979 naik menjadi 39 juta metrik ton. Tujuan ekspornya ke Jerman Barat, Belanda, Denmark, Perancis, Belgia, Swedia, Norwegia, Amerika Serikat, Kanada dan lain-lain.
Lain lagi dengan AS, selain mencari minyak sendiri, energi lain juga dikembangkan. Bahkan sekitar bulan Juni 1980, Presiden Carter telah menandatangani undang-undang pengembangan bahan bakar sintetis. Biaya yang tersedia untuk pengembangan sekitar US$25 miliar, bahkan akan menelan biaya US$68 miliar pada 1984. Biaya sebesar itu hanya untuk menghasilkan bahan bakar dengan sasaran sebesar 2 juta barel per hari ekuivalen bahan bakar minyak di 1992. Berbagai usaha dikerjakan. Semua sumber energi dicari dan digali.
Salah satu energi yang semakin banyak digunakan atau dimanfaatkan terutama di negara-negara penghasil minyak, yaitu gas bumi. Gas bumi dapat dijadikan bahan penambah untuk penggunaan energi, selain gas bumi untuk kebutuhan bahan-bahan kimia yang disebut petrokimia.
Strategi Energi Beberapa Negara
Sebagai gambaran, gas bumi akan banyak digunakan, misalnya di AS dalam The National Energy plan-nya, tertulis pada 1976 jumlah energi yang dibutuhkan mencapai 37 juta barel ekuivalen minyak bumi per hari. Dari jumlah itu ditutup dengan hasil gas buminya sebesar 9,5 juta barel per hari. Juga masih harus impor gas bumi sebanyak 0,5 juta barel ekuivalen minyak bumi per hari. Pada 1985, jika rencananya berhasil, jumlah kebutuhan energinya meningkat menjadi 46,4 juta barel ekuivalen minyak bumi per hari. Jumlah ini akan dipenuhi antara lain dari gas buminya sendiri sebanyak 8,8 juta barel dan impor 0,6 barel ekuivalen minyak bumi per hari.
Begitu juga Kanada dalam kebijaksanaan energinya “an Energy Strategy for Canada” tertulis data energi. Didasarkan pada perhitungan low-price scenario, kebutuhan Kanada akan energi pada 1980 sekitar 10.099 x 1012 BTU, diharapkan dari gas bumi sendiri hanya 1.831 x 1012 BTU. Pada 1985 kebutuhan energinya melonjak menjadi 12.433 x 1012 BTU, diharapkan dari hasil gas buminya sendiri sebesar 1.773 x 1012 BTU.
Lain lagi dengan Jepang yang miskin akan energi. Ternyata negara ini yang juga merupakan negara mengimpor LNG Indonesia, sangat minat dengan LNG. Dilihat dari perkiraan kebutuhan energinya yang dikeluarkan oleh MITI (Ministry of International Trade and Industry), peranan gas bumi semakin ditingkatkan. Pada tahun anggaran 1975 kebutuhan energi Jepang sebesar 390 juta kiloliter ekuivalen minyak bumi. Dari jumlah ini, diantaranya dipenuhi dari LNG sebesar 5,06 juta ton atau hanya 1,8 persen dari jumlah kebutuhannya.
Pada 1985 jumlah kebutuhan energi Jepang (skenario B) tanpa konservasi sebesar 740 juta kiloliter ekuivalen minyak bumi, dengan konservasi sebesar 10,8 persen (rata-rata), maka kebutuhannya hanya 660 juta kiloliter ekuivalen minyak bumi. Dari jumlah tersebut, diantaranya akan dipenuhi dari LNG sebesar 30 ton atau naik menjadi 6,4 persen. Pada 1990 atas dasar konservasi sebesar 13,5 persen, kebutuhannya akan energi naik menjadi 792 juta kiloliter ekuivalen minyak bumi. Dari jumlah ini, peranan LNG semakin ditingkatkan menjadi 44 juta ton atau menjadi 7,7 persen. Dengan kata lain, peranan gas bumi terlepas dari ketergantungan minyak bumi, maka Jepang beralih menjadi ketergantungan gas bumi. Krisis gas bumi dunia akan muncul juga jika harga gas bumi sekarang masih dianggap murah, akan melonjak tinggi seirama dengan harga minyak bumi di dunia.
Manfaat Gas Bumi
Gas bumi merupakan hasil tambang baik yang dihasilkan secara sendiri atau bersama-sama dengan endapan minyak bumi. Yang secara tersendiri disebut non associated gas dan yang bersama endapan minyak disebut associated gas. Gas bumi itu sendiri terdiri dari campuran hidrokarbon terutama metana, serta campuran gas-gas lain, seperti karbon dioksida, helium dan lain-lain. Gas bumi biasa disebut dengan sebutan gas alam.
Hidrokarbon itu sendiri merupakan keluarga senyawa kimia yang mengandung unsur-unsur (C) dan Hidrogen (H). Hidrokarbon yang tersederhana hanya terdiri dari satu atom C dan empat atom H yang dikenal dengan sebutan metana (CH4). Yang lainnya, yaitu berupa etana (C2H6), propana (C3H8), butana (C4H10).
Manfaat gas bumi bukan saja dapat digunakan sebagai bahan bakar, tetapi juga digunakan untuk kebutuhan pembuatan bahan-bahan kimia yang biasa dikenal dengan sebutan petrokimia.
Dengan gas bumi dapat dijadikan bahan-bahan kebutuhan industri seperti pupuk urea, karet sintetis, serat-serat sintesis, bahan film, bahan-bahan plastik dan sebagainya. Jika sekarang tukang daun pisang telah terpukul dengan pembungkus plastik, juga karena manfaat dari gas bumi.
Dengan metana dapat menghasilkan amonia (diantaranya urea), methyl alcohol, acetylene (diantaranya vinyl chloride, neoprene rubbers), carbon black dan sebagainya. Dengan etana menghasilkan ethylene yang selanjutnya menghasilkan polyethylene, ethylene oxide, ethyl alcohol, ethyl benzene, ethyl chloride, ethylene chloride dan sebagainya. Dengan butana akan menghasilkan methyl alcohol, n-butylene (akan menghasilkan butadiene selanjutnya menjadi karet sintetis, yang merupakan hantu karet alam dan sebagainya). Dengan kata lain, manfaat gas bumi sangat banyak oleh karena itu, Indonesia tak ketinggalan memanfaatkan gas bumi untuk menunjang pembangunan nasional yang semakin besar dan mahal.
Gas Bumi Indonesia
Cadangan gas bumi Indonesia cukup besar, cadangan yang terbukti diperkirakan sekitar 25 triliun kaki kubik atau sama dengan 4,5 miliar barel minyak bumi. Jumlah ini tak termasuk cadangan lapangan AGIP yang 85 persen terdiri dari CO2 yang terletak di lepas pantai tengah laut Cina Selatan. Dari cadangan terbukti itu sekitar 3,5 triliun kaki kubik berupa associated gasdan sekitar 21,5 triliun lagi berupa non associated gas. Cadangan gas bumi terdapat di Sumatera bagian Utara, Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Irian dan lain-lain.
Manfaat gas bumi Indonesia, yaitu untuk meningkatkan produksi minyak bumi (berupa lift dan gas injection). Pentan plus (C5+) yang terdapat dalam gas dapat dicairkan menjadi NGL (Natural Gas Liquid). C3 dan C4merupakan komponen utama LPG (Liquefied Petroleum Gas) dan LNG (Liquefied Natural Gas) terutama dari C1 dan sebagian C2. Ketiga jenis ini dipisahkan dengan menggunakan perbedaan suhu dan tekanan pencairan. LPG diperlukan tekanan sekitar 5 atmosfir dan LNG perlu pendinginan sekitar minus 162 derajat Celcius.
Sampai awal 1978, gas digunakan untuk pembuatan carbon black dengan kapasitas produksi 2.000 ton per tahun. Gas yang digunakan sebanyak 10 MMSCFD gas dari lapangan Rantau. Polypropylene yang dibuat di kilang Musi, Sumatera Selatan memakai off gases hasil FCCU (Fluid Catalitic Cracking Unit), sedang gas bumi hanya sebagai bahan bakar. Gas bumi sebanyak 142 MMSCFD sebagai bahan pupuk PUSRI dan bahan bakarnya.
Associated gas yang terdapat di Arjuna, Laut Jawa (ARCO, lepas pantai), Attaka, Kalimantan Timur (Union, lepas pantai) dan Jatibarang, Jawa Barat (Pertamina), gas bumi dimanfaatkan dengan cara pemisahan dari komponen C5+yang dimasukkan ke dalam minyak kembali. Sementara C3 dan C4dijual sebagai LPG dan C1 dijual sebagai gas. Sebelumnya, gas di tiga tempat itu dibakar begitu saja. Gas bumi jiga dimanfaatkan untuk gas kota.
Sedangkan, dalam Pelita III gas bumi Indonesia juga akan dimanfaatkan untuk pembuatan bahan-bahan industri yang dikenal dengan proyek-proyek petrokima, yaitu proyek Olefin Centre, Aromatic Centre, Methanol dan proyek Carbon Black.
Dengan kata lain, Indonesia telah berusaha semaksimal mungkin memanfaatkan gas buminya daripada dibakar percuma. Walau diakui untuk mengolahnya dibutuhkan dana yang luar biasa besarnya.
Masa Depan
Dilihat dari besarnya cadangan, prospek pemanfaatan serta masalah usaha diversifikasi energi dan demi kepentingan pembangunan nasional, maka masa depan gas bumi Indonesia cukup cerah. Yang pasti dengan gas bumi dapat menghasilkan berupa, pertama, sebagai bahan untuk meningkatkan produksi minyak. Kedua, sebagai bahan bakar terutama untuk industri, listrik dan perumahan (LPG, gas kota dan sebagainya). Ketiga, sebagai bahan baku untuk industri kima. Keempat, sebagai sumber devisa terutama untuk ekspor LNG, LPG, Urea dan kelak hasil industri dari gas bumi dan sebagainya. Kelima, mengurangi kerugian negara berupa pembakaran gas bumi, apabila tak dapat dimanfaatkan. Keenam, dapat menambah penerimaan negara yang selalu diharapkan. Ketujuh, akan mengurangi pengeluaran devisa untuk impor bahan-bahan baku industri yang berasal dari gas bumi (plastik, serta sintetis, bahan film dan sebagainya). Kedelapan dengan gas bumi dimanfaatkan semaksimal mungkin merupakan sumbangan yang besar bagi pelaksanaan dan keberhasilan pembangunan nasional. Termasuk pula dalam usaha pelaksanaan divesifikasi energi peranan gas bumi sebagai bahan bakar akan ditingkatkan dan sebagainya.
Perkiraan produksi, penyediaan bahan baku dan bahan bakar industri serta rumah tangga dan pengolahan gas bumi Pelita III terlihat pada tabel
1979/80 | 1980/81 | 1981/82 | 1982/83 | 1983/84 | |
Produksi (miliar kubik kaki) | 1.019 | 1.013 | 1.049 | 1.578 | 1.595 |
Bahan Baku dan Bahan Bakar (miliar kubik kaki) | 595 | 627 | 693 | 1.175 | 1.178 |
LNG (juta ton) | 6 | 7,5 | 7,5 | 10,2 | 13,9 |
LPG (ribuan ton | 524 | 524 | 463 | 402 | 402 |
Sumber: diolah dari buku Repelita III
Sedangkan, gambaran hasil ekspor LNG didasarkan data Bank Indonesia 15 Februari 1980 (laporan mingguan), hasil ekspor LNG pada 1977 (Agustus-Desember) sebanyak 33,9 juta MMBTU dengan nilai US$87,6 juta. Pada 1978 sebesar 189,5 juta MMBTU dengan nilai US$534,7 juta. Pada 1979 hasil ekspor LNG sebanyak 323,9 juta MMBTU dengan nilai US$1.122,7 juta. Ekspor dari LNG Badak muali Agustus 1977 dan Arun mulai Oktober 1978.
Peranan gas bumi dalam pengadaan energi selama Pelita III merupakan kedua setelah minyak bumi. Kalau pada 1980 hanya sebesar 4,885 juta ekuivalen batubara, maka di 1984 terus naik menjadi 8,339 juta ton ekuivalen batubara. Dengan demikian, peranan gas bumi bagi pembangunan nasional sangat menonjol sekali.
Bachrawi Sanusi, Energi ASEAN Suatu Tantangan, 1982; Kompas, 20 Agustus 1980.