Jika Cinta Terpaut Usia yang Cukup Jauh
Kebanyakan orang tidak pernah tahu maksud masing-masing wanita ketika mereka memilih pasangan pria berusia parobaya. Bisa saja karena membutuhkan ekstra perlindungan, dan menyukai pria parobaya karena kematangan mereka dalam memandang hidup.
Tapi apa benar Anda akan mendapatkan perhatian ekstra dan mendapatkan hikmah yang lebih jika memilih pasangan yang sudah berusia parobaya ? Apalagi jika terbentur dengan perbedaan usia yang terpaut lumayan jauh?
Apakah Anda sudah kehabisan pandangan pada pria-pria yang lebih muda dan seusia dengan Anda, karena rasa kagum yang terlalu dalam pada kedewasaannya?
Jawabannya, sebenarnya ada pada diri Anda sendiri. Tergantung dari sisi mana Anda memandang keinginan dan memutuskan memilih pria berusia parobaya untuk menjadi pasangan Anda.
Karena kalau panah cinta sudah menancap terlalu dalam, sepertinya akan sulit diubah dan dilepas. Tapi jangan terlalu hanyut dengan perasaan, karena jika Anda benar-benar menginginkan kedewasaan dan kematangan hidup dalam diri pasangan Anda nantinya. Ada beberapa hal yang sangat perlu diperhatikan - sekadar menjaga diri agar tidak salah pilih.
Pertama, yang harus Anda perhatikan adalah bakal terjadi kesenjangan generasi. Karena Anda dengan pasangan berasal dari generasi yang berbeda cukup jauh, maka tidak tertutup kemungkinan terjadi banyak persoalan di antara Anda berdua.
Masalah-masalah kecil yang belum terpikirkan sekarang ini, mungkin saja akan menyulut emosi di kemudian hari. Oleh sebab itu dibutuhkan pula ekstra pengertian dan juga kedewasaan dari kedua belah pihak jika ingin terus mempertahankan hubungan cinta ini. Karena pria berusia parobaya cenderung ingin "mengarahkan". Jika Anda termasuk wanita yang menginginkan kebebasan dalam bergaul bersama teman ataupun kolega Anda, kemungkinan besar sikap pasangan yang seperti ini kurang dapat diterima oleh Anda. Bukan begitu?
Hal lain yang perlu Anda cermati adalah, Anda harus pandai-pandai menempatkan diri dengannya, dengan teman-teman, keluarga, maupun dengan saudara-saudaranya. Biasanya jika usia berbeda terlalu jauh akan sulit untuk menyingkronkan ide-ide. Oleh sebab itu, sekali lagi diharapkan pengertian yang lebih untuk menerima ide maupun pendapatnya, dengan begitu barulah si dia akan merasakan Anda telah menempatkan diri dengan baik.
Susah-susah gampang memang. Tapi kalau pada dasarnya Anda termasuk orang yang sabar dan bijak, serta tahu bagaimana menyenangkan pasangan dan me-manage hubungan yang baik, persoalan seperti ini akan bisa diselesaikan dengan baik. Memang, semua ini perlu waktu dan kesabaran. Tapi tidak ada salahnya jika Anda mencobanya, bukan? Toh, Anda cinta dengan si dia...
Satu lagi yang perlu Anda pikirkan jika memilih pasangan berusia parobaya adalah faktor fisik. Fisik Anda berdua mungkin berbeda. Apalagi jika Anda memandang masalah kondisi fisik ini sampai ke masa depan. Karena di masa-masa yang akan datang belum tentu pasangan Anda mempunyai stamina yang prima, dan jika hal ini terjadi, maka ruang gerak Anda dan pasangan akan sangat mempengaruhi keharmonisan hubungan badan. Jadi, jika Anda mampunyai keyakinan bahwa faktor fisik merupakan hal penting dalam keharmonisan hubungan rumah tangga Anda di masa yang akan datang, sebaiknya Anda berpikir dua kali untuk menjadikannya pasangan hidup.
Tidak lupa untuk mempersiapkan fisik dan mental Anda terutama jika diterpa gosip miring dari orang-orang di sekitar kita yang memang tidak menyukai perbedaan ini. Karena terkadang lingkungan memang sangat cepat sekali menerima dan menilai hubungan seperti ini ke arah yang negatif. Dari pendapat maupun pengalaman-pengalaman yang pernah terjadi, anggapan memilih pasangan parobaya (yang berusia lanjut) seringkali dikait-kaitkan dengan masalah materi, kesuksesan, kesombongan, ketidakmampuan, dan kekayaan dengan jalan "praktis".
Padahal belum tentu mitos-mitos seperti itu benar! Jadi, Anda harus bijak menanggapi masalah ini. Tanamkan pikiran-pikiran positif untuk menyingkirkan pernyataan-pernyataan negatif dari orang-orang sekitar tentang hubungan ini.
Karena jika hati dan maksud Anda tidak seperti itu, buat apa menyakiti diri sendiri ataupun menyakiti hati pasangan Anda dengan mendengarkan omongan-omongan seperti itu? Perlu Anda tahu bahwa banyak pasangan berbeda usia yang langgeng sampai ke jenjang perkawinan, dan harmonis karena kedua belah pihak nyata-nyata saling mencintai, dan tulus.
Jadi, bagaimana pun pengalaman-pengalaman semacam itu harus diperhatikan, karena hal-hal seperti itu kemungkinan besar akan terjadi pada Anda. Jangan sampai Anda menyesal di kemudian hari. Dengarkan kata hati Anda dan si dia, itulah resep keharmonisan hubungan cinta.
Marah berujung Petaka: Apakah Bisa Dicegah?
Pagi ini saya menonton televisi dan terenyuh sepertinya ada saja cerita konflik yang terjadi baik di level pimpinan negara maupun di akar rumput di Masyarakat kita di negara yang tercinta ini. Dilevel pemimpin negara, pertikaian KPK-POLRI belum juga tuntas, Eksekutif (Menteri BUMN) berkonflik dengan dengan legislatif (DPR). Di level akar rumput juga terjadi konfliks antar kelompok masyarakat seperti di Lampung dan Palu yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia sia-sia. Antar mahasiswa tawuran terus terjadi, demonstrasi mahasiswa rusuh. Ancaman teroris masih terus menghantui kita. Intinya semua ini bermula dari kemarahanan yang berujung konfliks dan bahkan kemarahan yang berujung kematian. Semua kemarahan dan konfliks ini menjadi makanan sehari-hari masyarakat kita karena selalu menjadi pemberitaan utama baik media cetak maupun elektronik.
Marah sebenarnya bukan terjadi dengan begitu saja. Marah yang keluar dari seseorang bisa ditelusuri kenapa marah tersebut harus terjadi. Marah bisa terjadi tiba-tiba atau kemarahan tersebut sudah ada tinggal tunggu pencetusnya sehingga marah menjadi menumpuk dan meledak. Marah bisa merupakan wujud kekecewaan, frustasi, stress serta ketidak berdayaan. Semua ini terjadi karena tekanan jiwa yang mencetuskan kondisi tersebut. Tekanan jiwa yang terjadi ini jika tidak dikelola dengan baik selain tadi sewaktu-waktu bisa meledak dan menimbulkan kemarahan.
Konflik yang terjadi di level pimpinan bisa juga berawal karena ketidak sukaan atas perlakukan satu pihak kepada pihak yang lain. Ketidaksukaan atas sesuatu bisa turun temurun dan berlangsung kronik. Konflik KPK dan Polisi juga bermula ketidak sukaan antara satu dengan dengan yang lain yang terus berlangsung. Begitu pula konflik antara legislative (DPR) dan eksekutif (BUMN), perlakuan yang tidak mengenakan antara satu sama lain apalah namanya akan menimbulkan konflik dan kemarahan satu sama lain.
Tawuran antar kelompok satu dengan yang lainpun juga sebenarnya bukan terjadi dengan sendirinya. Adanya peristiwa kecil yang mendahului konfliks sebelumnya adalah hanya sebagai pencetus saja. Hal ini juga terjadi dengan konfliks di Lampung Selatan yang sampai saat ini masih menyisakan sebagian besar masyarakat yang masih mengungsi karena situasi yang belum kondunsif belum bisa kembali ke desa atau kampungnya. Kecemburuan social antara masyarakat pendatang dan masyarakat local selalu menjadi penyebab utama kenapa masalah sepele bisa menjadi besar sehingga terjadi tawuran antar kelompok. Pemimpin harus mengidentifikasi semua konflik yang akan terjadi dan melakukan usaha-usaha preventif agar konflik tidak berulang.
Beberapa hal yang menyebabkan seseorang atau kelompok orang marah harus bisa diidentifikasi. Marah pasti tidak terjadi dengan sekonyong-konyong, marah terjadi pasti ada yang melatar belakangi. Ada beberapa keadaan yang melatar belakangi kenapa seseorang menjadi marah. Marah bisa terjadi karena rasa frustasi, frustasi dalam kehidupan, kegagalan dan ketidak berhasilan membuat seseorang jadi mudah frustasi dan marah. Marah bisa terjadi karena trauma masa lalu, ketidak adilan atau kecemburuan sosial yang dialami yang terus membekas dan sewaktu-waktu bisa menimbulkan kemarahan. Ketidak berdayaan dan rasa takut yang terus menerus juga sewaktu-waktu bisa menimbulkan kemarahan. Maka ada istilah jangan bangunkan anak macan. Artinya orang yang selama ini diam bukan semata-mata diam setelah diberlakukan tidak adil, karena sewaktu-waktu mereka yang selama ini diam bisa marah dan meledak. Marah bisa merupakan jalan keluar atas ketidakmampuan terhadap sesuatu. Selain itu pada saat kita berada pada kondisi kelelahan baik fisik maupun kelelahan psikis kemarahan juga bisa timbul.
Dengan mengenali faktor-faktor yang bisa mencetuskan kemarahan, kita semua bisa mengidentifikasi akar masalah kenapa kita marah, kenapa suatu masyarakat bisa diprovokasi, kenapa masyarakat bisa tawuran yang berujung kematian kenapa mahasiswa atau siswa bisa saling melukai satu sama lain.
Tentu kita semua berharap konflik yang ada baik dilevel pimpinan negara maupun masyarakat bisa segera bisa diredam agar konflik ini tidak terus berlanjut dan merembet kemana-mana.
Sekali lagi marah harus dikendalikan jika tidak terkendali bisa menjadi menjadi sumber petaka.
Dr.dr.H. Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH,MMB,FACP.
Praktisi Klinis
Deforestasi dan Kebakaran Hutan Gerogoti Paru-Paru Dunia
Hutan Indonesia merupakan bagian penting dari paru-paru kehidupan dunia. Kelestarian hutan Indonesia tidak hanya penting untuk bangsa Indonesia, namun juga bagi bangsa lain di seluruh dunia. Selain itu, hutan adalah sumber daya alam yang sangat penting karena di dalamnya terkandung keanekaragaman hayati, pengatur tata air dan kesuburan tanah, pencegah banjir dan erosi, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, kebudayaan, rekreasi dan pariwisata.
Oleh karena itu, pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No. 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No. 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) dan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan. Namun, peraturan yang ada belum secara efektif membendung gangguan-gangguan yang terjadi pada hutan-hutan di Indonesia.
Terutama ancaman akan deforestasi (penggundulan hutan), fakta yang sangat menyedihkan bahwa sekitar 70% luasan deforestasi justru terjadi di areal hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Deforestasi di Provinsi Riau misalnya, terjadi di areal yang ditetapkan berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) 1986. Sebaran wilayah perkebunan mayoritas berada di areal HPK tersebut.
Menyingkapkan penggunaan hutan produksi di kawasan tersebut secara hukum kehutanan legal untuk dikonversi menjadi areal perkebunan. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan disebutkan Riau memiliki kawasan hutan seluas 9,45 juta hektar. Hampir 50% dari luas kawasan hutan tersebut secara hukum ditetapkan sebagai areal konversi untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan. Dari 9,45 juta hektar total luas hutan Riau itu, 5,1 juta hektar di antaranya berada dalam status tak berhutan.
Hentikan Deforestasi
Tetapi hampir 70% dari deforestasi merupakan areal hutan produksi yang secara hukum dapat dikonversi untuk kepentingan budi daya non-kehutanan. Data di Kementerian Kehutanan itu menunjukkan luas areal hutan produksi yang dapat dikonversi di wilayah Riau dalam kondisi masih berhutan mencapai angka 982.620 hektar. Cepat atau lambat, areal hutan ini memang dapat dikonversi secara legal.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, pemberian akses lebih besar terhadap sumber daya hutan kepada rakyat diharapkan menjamin terpenuhinya kebutuhan ekonomi masyarakat sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca dari kegiatan penggundulan hutan. Pada waktu pertemuan konferensi tingkat tinggi (KTT) Rio+20 bulan lalu Rio de Janeiro, Brasil, Indonesia menyatakan telah berhasil menurunkan aksi deforestasi.
“Tahun 1998 Indonesia mengalami deforestasi yang mengakibatkan 3,5 juta hektar per tahun hilang, tapi di tahun 2011 angka itu turun menjadi 310 ribu hektar per tahun, artinya tinggal 10% lagi,” jelasnya pada acara Rakernas Serikat Perusahaan Pers (SPS) di Pekanbaru, Sabtu (14/7).
Riau merupakan pusat percepatan pembangunan hutan tanaman industri (HTI) secara nasional. Lebih dari 50% program percepatan HTI berlokasi di provinsi tersebut, dengan luasan 1,6 juta hekare. Dari luas hutan produksi di Riau yang mencapai 4,1 juta hektar, hampir 40% merupakan areal HTI.
Dalam hal ini, perlu diapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2008, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa hutan produksi yang tidak produktif adalah hutan yang dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai areal pembangunan HTI. PP itu menjadi langkah Menteri Kehutanan yang mewajibkan pelaku usaha kehutanan menandatangani pakta integritas dalam pelaksanaan deliniasi mikro di areal konsesi HTI.
Kita perlu mencermati pula praktik dan mekanisme deliniasi mikro yang diterapkan Kementerian Kehutanan dalam program percepatan pembangunan HTI adalah kebijakan yang tepat. Ini karena program tersebut dapat dijalankan secara paralel dengan upaya mempertahankan kawasan hutan lindung dan blok-blok hutan alam yang kondisinya masih baik, yang terdapat di areal konsesi HTI.
Jeda Tebang
Kementerian Kehutanan memberlakukan jeda tebang dengan tidak menerbitkan izin-izin baru, melainkan menggalakkan kegiatan menanam pohon yang pada tahun 2010 telah melampaui target 1 miliar pohon. Gubernur Riau Rusli Zainal pun turut mendukung program pemerintah dalam penghijauan secara nasional dan program Green PON XVIII, sehubungan dengan Pekan Olahraga Nasional dan Riau menjadi tuan rumah pada September mendatang.
Namun, Pemerintah provinsi Riau juga berharap tidak ada kebakaran hutan saat PON XVIII berlangsung. Karena, bila dilihat dari kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 2011 lalu, diketahui puncak terjadinya titik api pada Juli sampai September. Sesuai instruksi Rusli, pihaknya saat ini telah membentuk tim khusus penanggulangan bencana kebakaran hutan yang melibatkan satuan kerja dari Pemprov Riau sampai ke kabupatan dan kota, tim ini tentunya juga melibatkan Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan dibawah koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau.
Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang cukup sering terjadi. Di Provinsi Riau, kebakaran hutan dapat dikatakan sudah menjadi bencana tahunan. Akibatnya dapat menimbulkan dampak yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu dan hewan. Dampak negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.
Terlebih lagi banyak kerugian dalam berbagai bidang yang sulit dikuantifikasikan. Bidang-bidang tersebut antara lain bidang pariwisata, politik, sosial budaya serta pandangan internasional terhadapnegara tersebut. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal.
Lestarikan Hutan
Oleh karena itu, perlu perbaikan secara menyeluruh, mulai dari kesadaran setiap individu untuk melestarikan hutan, integritas dari setiap pihak yang terkait langsung dengan pengendalian pembakaran hutan dan lahan, hingga pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas terhadap kasus kebakaran hutan. Pemerintah pun perlu memberikan perhatian penuh terhadap masalah ini, tidak hanya darisegi peraturan tetapi juga menyokong fasilitas.
Hutan-hutan Indonesia, termasuk di Riau, hanya bisa kita selamatkan dengan penegakan hukum yang tegas dan tak pandang bulu. Juga harus diiringi dengan perlindungan lingkungan, revitalisasi reboisasi, dan aksi-aksi ramah lingkungan lainnya. Segala bentuk deforestasi dan penebangan liar tidak boleh ditolerir.
Hutan kita adalah paru-paru negeri, bahkan paru-paru dunia. Kalau bukan kita sendiri yang peduli untuk menyelamatkannya, siapa lagi? Pemerintah tidak boleh ragu menindak para pembalak liar beserta cukong-cukong mereka. Kalau perlu dengan tangan besi, agar hutan negeri ini tidak musnah ditelan kejahatan tingkat tinggi.
(penulis : http://id.linkedin.com/in/nopvie)
(pernah terbit di http://www.neraca.co.id/2012/07/15/deforestasi-dan-kebakaran-hutan-gerogoti-paru-paru-dunia/)
Subscribe to:
Posts (Atom)