Apa itu demensia frontotemporal?

Frontotemporal dementia (demensia frontotemporal atau FTD) adalah jenis demensia yang memengaruhi lobus frontal dan temporal otak, yakni otak bagian depan dan samping sehingga menimbulkan gangguan pada kepribadian, perilaku, dan kemampuan berbahasa.


Orang yang mengalami penyakit ini, bagian dari otak yang terkena akan mengalami penyusutan. Gejala yang ditimbulkan hampir serupa dengan masalah kejiwaan, sehingga sering kali salah diagnosis.


Selain area otak yang terkena, yang membedakan demensia ini dengan jenis lainnya adalah rentan menyerang orang yang berusia lebih muda, yakni sekitar 40 hingga 65 tahun. Sementara demensia jenis lain biasanya menyerang orang yang berusia 65 tahun ke atas.


Dikutip dari situs John Hopkins Medicine, ada beberapa jenis frontotemporal dementia (demensia frontotemporal), yakni:


  • FTD varian depan. Tipe FTD yang lebih memengaruhi perilaku dan kepribadian.

  • Afasia progresif primer. Afasia artinya kesulitan berkomunikasi dan tipe FTD ini terbagi lagi menjadi dua, yakni Afasia nonfluen progresif, yang memengaruhi kemampuan berbicara. Satu tipenya lagi adalah demensia semantik, yang memengaruhi kemampuan menggunakan dan memahami bahasa.

  • Tipe FTD lainnya. Tipe ini sangat langka dan memengaruhi gerakan tubuh, sehingga menimbulkan gejala yang mirip dengan penyakit Parkinson dan penyakit (Amyotrophic lateral sclerosis/ALS) atau dikenal dengan penyakit Lou Gehrig.


Seberapa umumkah penyakit ini?

Frontotemporal dementia (demensia frontotemporal) adalah jenis demensia yang cukup jarang menyerang lansia, ketimbang jenis lain, seperti penyakit Alzheimer, demensia lewy body, dan demensia vaskular.


Selain rentan menyerang orang yang berusia lebih muda, jenis demensia ini juga lebih sering ditemui pada wanita dibanding pria.


Tanda dan gejala frontotemporal dementia

Tanda dan gejala frontotemporal dementia dapat berbeda dari satu individu ke individu lainnya. Gejala semakin memburuk dari waktu ke waktu, biasanya selama bertahun-tahun.


Berikut ini adalah tanda dan gejala demensia frontotemporal yang umumnya terjadi:


Perubahan perilaku

Gejala demensia jenis ini yang paling umum melibatkan perubahan ekstrem dalam perilaku dan kepribadian, yang meliputi:


  • Kehilangan empati dan keterampilan interpersonal lainnya, seperti kepekaan terhadap perasaan orang lain.

  • Kurangnya penilaian dan kehilangan minat pada sesuatu yang sebelumnya disukai.

  • Perilaku kompulsif yang berulang-ulang, seperti menepuk atau menampar bibir.

  • Tidak peduli dengan kebersihan diri.

  • Perubahan kebiasaan makan, makan berlebihan atau menjadi suka makanan manis atau tinggi karbohidrat.

  • Suka memasukkan benda-benda yang bukan makanan ke mulut.

  • Kemampuan berbahasa dan berbicara bermasalah

  • Kesulitan dalam menggunakan dan memahami bahasa tulisan maupun lisan. Sebagai contoh, kesulitan menemukan kata yang tepat untuk digunakan dalam ucapan atau penamaan objek.

  • Berbicara terbata-bata atau membuat kesalahan ketika mengucapkan suatu kalimat, sehingga menjadi acak.


Sistem gerak bermasalah

Mengalami masalah pada sistem gerak, di antaranya koordinasi tubuh memburuk, kesulitan menelan, tremor, otot kaku dan kejang.


Penyebab frontotemporal dementia

Penyebab utama frontotemporal dementia (demensia frontotemporal) tidak diketahui pasti. Namun, hasil pencitraan menunjukkan pasien yang mengidap penyakit ini akan mengalami penyusutan ukuran lobus frontal dan temporal otak.


Selain itu, ditemukan juga penumpukan zat tertentu di otak. Akan tetapi, mekanisme perubahan ukuran otak akibat penumpukan zat tidak diketahui secara pasti.


Peneliti juga menemukan adanya kaitan antara jenis demensia ini dengan riwayat kesehatan keluarga dengan penyakit serupa, penyakit akibat kelainan genetik, dan penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS).


Faktor risiko frontotemporal dementia

Faktor risiko dari frontotemporal dementia (demensia frontotemporal) adalah genetik, yakni berisiko tinggi terjadi ketika ada anggota keluarga yang memiliki penyakit ini.


Pencegahan frontotemporal dementia

Penyakit frontotemporal dementia (demensia frontotemporal) berkaitan dengan mutasi gen yang mungkin diwariskan orangtua. Tidak ada tindakan pencegahan yang bisa dilakukan untuk menurunkan risiko penyakit ini.


sumber: Hellosehat


Inilah Proses Terjadinya Demensia Pada Seseorang

Demensia adalah sindrom yang paling sering terjadi pada orang-orang lansia berusia di atas 65 tahun. Sindrom ini bisa menyebabkan pengidapnya mengalami penurunan kemampuan fungsi otak, seperti menurunnya daya ingat, berkurangnya kemampuan berpikir, memahami sesuatu, serta menurunnya kecerdasan mental. Orang yang mengidap demensia tidak langsung serta merta mengalami penurunan fungsi otak secara drastis. Melainkan, penyakit ini berkembang secara progresif. Yuk, ketahui proses terjadinya demensia di sini.


Penyebab Demensia

Demensia terjadi karena sel saraf otak di bagian tertentu mengalami kerusakan, sehingga menyebabkan kemampuan otak untuk berkomunikasi dengan saraf tubuh lainnya menjadi menurun. Akibatnya, pengidap demensia akan mengalami gejala sesuai area otak yang mengalami kerusakan. Demensia umumnya berkembang secara progresif. Namun, ada juga kondisi lain yang menyerupai demensia yang sifatnya sementara dan dapat dipulihkan.


Apa Itu Demensia Progresif?

Demensia progresif adalah penurunan fungsi otak yang disebabkan oleh kerusakan sel saraf otak tertentu. Kondisi ini bisa memburuk seiring berjalannya waktu dan tidak bisa benar-benar disembuhkan. Ada berbagai jenis demensia progresif, antara lain:


  • Penyakit Alzheimer. Ini adalah penyebab demensia yang paling umum. Penyebab penyakit Alzheimer masih belum diketahui. Namun, beberapa kelainan genetik diduga bisa meningkatkan risiko penyakit ini.

  • Lewy Body Dementia. Jenis demensia ini disebabkan karena terbentuknya gumpalan protein yang tidak normal pada otak yang bisa juga terjadi pada Alzheimer dan Parkinson.

  • Demensia Vaskuler. Selain kerusakan sel saraf otak, penyebab demensia tertinggi kedua adalah adanya gangguan pada pembuluh darah otak. Gangguan ini juga bisa menyebabkan stroke.

  • Demensia Frontotemporal. Merupakan kumpulan penyakit yang memiliki gejala berupa degenerasi sel otak bagian frontal dan temporal. Jenis demensia progresif ini juga sering dikaitkan dengan perilaku, kepribadian, hingga kemampuan berbahasa.

  • Demensia Campuran. Demensia ini merupakan gabungan dari Alzheimer, demensia vaskuler, dan Lewy body dementia.


Gejala Demensia

Tiap pengidap demensia bisa mengalami gejala yang berbeda-beda tergantung penyebabnya. Namun, sindrom ini tidak hanya akan memengaruhi kognitif pengidap, tapi juga psikologisnya. Dari segi kognitif, berikut gejala demensia yang biasanya akan dialami pengidap lansia:


  • Hilang ingatan

  • Konsentrasi menurun

  • Sulit berkomunikasi

  • Sulit berbahasa

  • Tidak mampu memecahkan masalah atau merencanakan sesuatu

  • Kebingungan

  • Sulit mengambil keputusan

  • Koordinasi pergerakan tubuh tidak seimbang


Sementara gejala demensia lansia dari sisi psikologis, seperti:


  • Sering merasa gelisah

  • Ketakutan atau paranoid

  • Depresi

  • Suasana hati dan perilaku yang berubah-ubah

  • Halusinasi

  • Agitasi


Pada kondisi yang sudah parah, pengidap bisa mengalami gejala berupa kelumpuhan di salah satu sisi tubuh, tidak mampu menahan hasrat buang air kecil, serta napsu makan berkurang dan sulit menelan.


Tahap Perkembangan Demensia

Ada 5 tahap perkembangan kondisi yang akan dialami pengidap demensia. Tahapan ini sekaligus menjadi penentu tingkat keparahan demensia seseorang. Kelima tahap tersebut, antara lain:


Tahap 1: fungsi otak pengidap masih bekerja secara normal.


Tahap 2: pengidap mulai mengalami penurunan fungsi otak, tapi masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.


Tahap 3: pengidap mulai mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, tapi masih dalam tahap ringan.


Tahap 4: pengidap mulai membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-hari.


Tahap 5: kemampuan fungsi otak pengidap menurun secara drastis, sehingga harus bergantung pada orang lain untuk menjalani kehidupannya sehari-hari.


sumber: Halodoc

Mythomania, Bukan Berbohong Biasa

Mythomania adalah gangguan mental yang membuat penderitanya suka berbohong tanpa terkendali


Apakah Anda pernah memiliki teman atau kerabat yang senang sekali berbohong tanpa alasan yang jelas? Bisa saja teman atau kerabat Anda mengalami gangguan mythomania!  Penderita mythomania sering mengucapkan hal-hal yang tidak sesuai fakta tanpa bisa dikendalikan.


Group Of People Sitting Outdoors

Jadi, jangan salah, teman atau kerabat Anda bisa saja bukan sengaja berbohong dengan maksud atau tujuan tertentu, tetapi memang karena mereka memiliki keinginan untuk berbohong.


Lantas, sebenarnya, seperti apakah gangguan mythomania? Apakah gangguan ini sama dengan kebiasaan sering berbohong?


Apa itu mythomania?

Penderita mythomania atau yang juga dikenal sebagai pathological liar memiliki kebiasaan untuk berbohong yang kronis dan dilakukan secara terus-menerus tanpa bisa dikendalikan.


Penderita mythomania tidak memiliki suatu motivasi tertentu untuk memberitahukan kebohongannya, berbeda dengan orang-orang normal yang berbohong karena memiliki tujuan tertentu, seperti menghindari rasa malu, dan sebagainya. Penderita juga tidak merasa bersalah ataupun cemas saat memberitahukan kebohongannya


Awalnya, pathological liar akan mulai dengan memberitahukan kebohongan kecil yang lama-kelamaan akan makin terperinci dan dramatis. Pada akhirnya, penderita mythomania akan membuat kebohongan untuk menutupi kebohongan lainnya.


Apakah orang yang sering berbohong artinya menderita mythomania? 

Orang yang senang atau sering berbohong belum tentu seorang pathological liar, karena kebohongan yang diberikan bisa saja mengandung motif tertentu, seperti ingin terlihat keren, dan sebagainya.


Ciri khas dari penderita mythomania adalah tidak adanya motivasi atau tujuan dalam melakukan perilaku berbohongnya. Kebohongan yang diungkapkan penderita mythomania mudah untuk dibantahkan karena kebohongannya mudah untuk dibuktikan dan terkadang memiliki detail yang berlebih.


Penderita mythomania biasanya memperlihatkan dirinya sebagai sosok pahlawan atau korban yang dianiaya. Kebohongan yang diberikan umumnya dapat memancing rasa simpati, penerimaan, atau kekaguman dari orang lain.


Pada kasus tertentu, kebohongan yang diungkapkan oleh pathological liar bahkan dipercaya oleh dirinya sendiri, karena kebohongan tersebut dapat tercampur sebagai kebohongan yang disadari dan delusi semata.


Oleh karenanya, terkadang penderita mythomania bahkan tidak menyadari bahwa dirinya sedang berbohong dan dapat menganggap kebohongannya sebagai sesuatu yang nyata terjadi.


Penderita mythomania juga terkadang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda orang berbohong, seperti jeda antar kalimat atau menghindari kontak mata dengan orang lain. Pathological liar dapat berbohong secara alami dan memiliki pemikiran yang cepat.


Apa yang menyebabkan gangguan mental mythomania?

Penyebab pasti dari gangguan mythomania belum diketahui secara pasti, tetapi pemicu dari gangguan mythomania bisa dikarenakan atau beriringan dengan gangguan kepribadian, seperti sindrom Munchausen, gangguan kepribadian antisosial, gangguan kepribadian narsistik, gangguan kepribadian ambang, dan sebagainya.


Penyebab pasti dari gangguan mental mythomania masih memerlukan riset lebih lanjut yang mendalam.


Bagaimana pemeriksaan gangguan mental mythomania dilakukan?

Saat ingin memeriksa apakah seseorang menderita gangguan mental mythomania atau tidak, wawancara dan pemeriksaan rekam jejak medis biasanya tidak cukup untuk bisa melihat apakah seseorang pathological liar atau bukan, karena penderita bisa saja berbohong.


Wawancara juga perlu dilakukan kepada pihak keluarga dan teman penderita. Penderita juga akan diperiksa apakah memiliki gangguan kepribadian lainnya. Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah penderita mythomania menyadari kebohongan yang diungkapkannya atau tidak.


Pemeriksaan gangguan mental mythomania dapat dilakukan dengan poligraf atau alat pendeteksi kebohongan. Penggunaan poligraf adalah untuk melihat apakah penderita mythomania bisa dideteksi oleh poligraf atau tidak.


Ciri-ciri mythomania

Ada beberapa kriteria atau ciri-ciri yang bisa Anda kenali dari penderita mythomania, seperti:


  • Mereka cenderung bercerita dengan seperti sangat nyata atau mereka mungkin menceritakan sesuatu berdasarkan kisah yang orang lain alami.

  • Penderita mythomania cenderung membuat cerita bersifat permanen dan stabil agar dipercayai orang lain.

  • Kebohongan tidak dilakukan untuk mendapatkan suatu keuntungan tertentu.


Cerita yang mereka buat biasanya berkaitan dengan institusi tertentu seperti kepolisian, Angkatan darat, dan sebagainya. Penderta mythomania pun biasanya memiliki peran penting dalam cerita tersebut. Contohnya, ia bercerita seperti tokoh penyelamat atau sebagai korban yang tersakiti.


Cara membedakan penderita mythomania dan pembohong biasa

Kebohongan yang biasa dilakukan umumnya dapat dilakukan karena ada beberapa alasan atau tujuan tertentu, seperti:


  • Ingin menutupi kekurangan atau sesuatu dari dirinya

  • Untuk mendapatkan keuntungan

  • Ingin menutupi diri dari kesalahan yang dilakukan

  • Ingin berpura-pura jadi orang lain agar orang lain lebih menyukainya

  • Kurangnya rasa percaya diri


Mungkin seseorang akan bohong untuk menghindari situasi yang tidak nyaman, seperti saat memalukan atau terlibat dalam suatu masalah. Akan tetapi, seorang pembohong patologis akan menceritakan sebuah kebohongan atau cerita-cerita yang tak memiliki manfaat obyektif.


Selain itu, kebohongan mythomania tidak berkaitan untuk memperoleh keuntungan dan bersifat impulsif. Seseorang yang mengalami mythomania juga umumnya melakukan kebohongan yang bersifat fantasi. Biasanya penderitanya akan mengatakan kebohongan mengenai suatu khayalan dan digabungkan dengan fakta yang ada.


Sedangkan kebohongan biasanya hanya mengenai hal-hal seputar perasaan, pendapatan, pencapaian, kehidupan sosial, dan mengenai usia. Pengobatan dengan pendekatan psikoterapi dan penggunaan obat-obatan tertentu yang diresepkan oleh dokter ternyata cukup efektif untuk orang dengan kondisi ini.


Apakah ada cara untuk mengatasi gangguan mental mythomania?

Gangguan mythomania bisa dilakukan dengan mengatasi atau mengobati gangguan kepribadian yang mungkin menjadi akar permasalahannya. Penanganan pathological liar bisa meliputi psikoterapi atau obat-obatan untuk mengatasi gejala lain yang dialami, seperti kecemasan, depresi, dan sebagainya.


Bagaimana menangani penderita mythomania?

Bila Anda memiliki teman atau kerabat yang mungkin seorang pathological liar, Anda tidak perlu bingung dan kesal karena kebohongan yang diberikan bukan sesuatu yang memiliki motif tertentu.


Anda harus bisa bersabar dengan penderita mythomania dan memberhentikan kebohongannya dengan tidak menjadi ikut tertarik dengan apa yang dinyatakan. Anda harus mengingat bahwa kebohongan yang diberikan terkadang dilakukan secara spontan dan bukan karena sebuah kesengajaan.


Anda terkadang bisa merasa marah dan kesal karena penderita akan cenderung membantah bahwa dirinya berbohong, serta bahkan bisa berbalik memarahi Anda. Di saat-saat demikian, jangan ikut emosi dan tenangkan penderita.


Terima penderita apa adanya dan ingatkan penderita bahwa Anda menerimanya apa adanya tanpa penderita perlu berbohong kepada Anda. Rujuklah penderita untuk berkonsultasi ke psikolog atau psikiater.


sumber: SehatQ

Sering Berbohong Tanpa Alasan yang Jelas? Awas Jadi Pathological Liar!

Meski bukan tindakan yang seharusnya dilakukan, berbohong terkadang bisa menyelamatkan seseorang dari situasi sulit. Namun, jika hal tersebut dilakukan secara berulang dan konsisten tanpa maksud yang jelas, bisa jadi itu adalah tanda dari kebohongan patologis.


Low Section Of People Walking On Tiled Floor

Siapa pun bisa menjadi pathological liar, termasuk orang-orang yang berada di sekitarmu, seperti rekan kerja bahkan sahabat dan saudara sendiri. Lalu, bagaimana cara mengenali pembohong seperti itu? Yuk, simak ulasannya berikut ini!


Apa itu pathological liar?

Pathological liar (kebohongan patologis) adalah seseorang yang gemar berbohong secara kompulsif. Artinya, ada dorongan untuk berbohong meski tanpa motif yang jelas. Ini berbeda dengan sebagian besar orang yang melakukan kebohongan dengan maksud tertentu.


Seorang pathological liar biasanya tidak memiliki motivasi tertentu untuk berbohong. Menurut sebuah penelitian, hal tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh adanya gangguan saraf atau kelainan hormon di dalam tubuh.


Penyebab pathological liar

Penyebab dari kebohongan patologis belum diketahui secara pasti. Hanya saja, menurut sebuah riset, ada beberapa hal yang bisa memicu seseorang untuk melakukan pathological lying, yaitu:


1. Factitious disorder

Factitious disorder atau gangguan buatan adalah kondisi di mana seseorang bertindak seolah-olah sedang sakit fisik atau mental, padahal sebenarnya tidak. Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti:


  • Rasa percaya diri yang rendah

  • Trauma terhadap sesuatu, misalnya pelecehan

  • Depresi

  • Penyalahgunaan obat


2. Gangguan kepribadian

Kebohongan patologis adalah gejala yang mungkin timbul dari gangguan kepribadian (personality disorder) tertentu, seperti:


  • Gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorder): Kondisi yang membuat seseorang sulit mengatur emosinya. Pengidapnya mungkin mengalami perubahan suasana hati yang parah.

  • Gangguan kepribadian narsistik (narcissistic personality disorder): Kondisi saat seseorang menginginkan perlakukan khusus dan kekaguman dari orang lain.

  • Gangguan kepribadian antisosial (antisocial personality disorder): Kondisi ketika seseorang menutup diri dari kehidupan sosial dan lingkungan sekitar.


3. Demensia frontotemporal

Sebuah studi pada 2011 menemukan fakta bahwa orang yang gemar melakukan kebohongan patologis memiliki pola perilaku yang mirip seperti pengidap demensia frontotemporal.


Jenis demensia ini memengaruhi bagian otak bernama frontal dan temporal, yang dapat menyebabkan perubahan perilaku, seperti:


  • Kurangnya empati

  • Perubahan minat (preferensi) terhadap makanan

  • Mudah bosan

  • Perilaku kompulsif


Bagaimana cara membedakan kebohongan patologis?

Sebuah riset memaparkan bahwa manusia, secara rata-rata, melakukan kebohongan 1,65 kali dalam sehari. Kebohongan yang dilakukan adalah untuk maksud tertentu, alias punya tujuan yang jelas. Kebohongan ini disebut sebagai white lies.


Di sisi lain, ada orang yang gemar berbohong tanpa motif yang jelas, dilakukan secara berulang dan konsisten. Inilah yang disebut dengan kebohongan patologis.


Seseorang biasanya melakukan white lies tanpa ada niat jahat dan dampak berbahaya, melainkan hanya untuk mengindari masalah atau berusaha menyenangkan orang lain. Contohnya adalah:


  • Kamu berbohong sedang pusing sebagai alasan untuk menghindari meeting.

  • Berbohong sebagai alasan ketika terlambat datang ke kantor.

  • Kamu mengatakan telah membayar tagihan untuk mengelak ketika lupa belum melunasinya


Sementara untuk kebohongan patologis, ciri-cirinya meliputi:


  • Dilakukan secara kompulsif (ada dorongan)

  • Menjadi kebiasaan, dilakukan secara terus-menerus

  • Tidak merasa bersalah ketika ketahuan berbohong

  • Tidak takut dengan risiko ketahuan

  • Berbohong seolah-olah menjadi ‘korban’ atau seseorang yang telah berjasa


Contoh kebohongan patologis adalah:


  • Membuat riwayat atau sejarah hidup palsu, seperti mengatakan bahwa telah mencapai atau mengalami sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi.

  • Mengaku mempunyai penyakit yang mengancam nyawa, padahal sebenarnya tidak.

  • Berbohong demi mendapat pengakuan orang lain, misalnya pernah menjalin hubungan dengan orang terkenal.


Mendeteksi pembohong patologis di lingkungan sekitar

Mengidentifikasi pembohong patologis tidaklah mudah. Teman atau sahabat pun terkadang bisa saja melakukannya. Berbeda dengan white liar, pembohong patologis bisa menceritakan sesuatu secara detail dan rinci, meski sebenarnya itu hanyalah kepalsuan.


Berikut beberapa tanda yang bisa membantumu untuk mengidentifikasi pembohong patologis:


  • Sering membicarakan tentang pengalaman dan pencapaian terkesan menakjubkan atau heroik.

  • Bercerita tentang peristiwa tertentu di mana orang tersebut seolah-olah menjadi korban.

  • Mampu menanggapi pertanyaan yang rumit dengan cepat, namun biasanya perkataannya tidak jelas.


Bagaimana cara mengatasinya?

Saat bertemu dengan teman atau kerabat yang suka melakukan kebohongan patologis, kamu harus tetap bisa mengontrol diri. Tak perlu marah, frustasi, atau bahkan melakukan konfrontasi. Tetaplah bersikap suportif dengan berusaha untuk tidak melibatkan diri terlalu jauh.


Mengutip dari Medical News Today, kebohongan patologis bukanlah kondisi yang bisa dengan mudah dideteksi, sehingga tidak ada pengobatan formal untuk mengatasinya. Penanganannya biasanya menggunakan metode khusus untuk gangguan kepribadian, misalnya psikoterapi.


Nah, itulah ulasan lengkap tentang pathological liar yang perlu kamu tahu. Memahami ciri-ciri pembohong patologis bisa membantumu dalam mengenali lawan bicara.


sumber: Good Doctor

Efek Negatif pada Anak yang Diasuh Orangtua Narsistik

High Angle View Of Shadow On Beach

Pada dasarnya, orangtua memang manusia biasa, yang punya kekurangan sana sini, sehingga nyaris mustahil bisa mengasuh anak dengan sempurna. Termasuk ketika orangtua memiliki gangguan kepribadian narsistik. Tentunya akan ada efek negatif yang memengaruhi perkembangan mental anak di kemudian hari.


Gangguan kepribadian narsistik, mengutip Psychology Today, adalah gangguan yang membuat pengidapnya kurang memiliki empati pada orang lain. Karyl McBride, terapis pernikahan dan keluarga di Denver, Colorado mengatakan bahwa gangguan ini sering dianggap sama dengan karakter arogan atau besar kepala. Sebenarnya, gangguan kepribadian narsistik lebih parah dari itu, karena bisa berdampak buruk pada hubungan dengan orang lain.


Lebih lanjut, Karyl mengungkapkan bahwa anak yang dibesarkan oleh orangtua dengan gangguan kepribadian narsistik, yang secara emosional dan psikologis kasar, bisa menyebabkan efek jangka panjang yang bisa melemahkan emosional anak di kemudian hari. Hal ini terutama ketika gangguan kepribadian narsistik yang dialami orangtua tidak terkendali dan tidak ada upaya untuk menyembuhkannya. 


Lantas, apa dampak yang ditimbulkan dari pengasuhan orangtua dengan gangguan kepribadian narsistik? Berikut beberapa di antaranya:


  • Anak tidak merasa didengar atau dilihat. Bahkan, perasaan anak juga tidak diakui oleh orangtua, karena lebih diperlakukan seperti “aksesori” oleh orangtua.

  • Anak jadi tidak bisa belajar mengidentifikasi atau memercayai perasaannya sendiri. Ia tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri dan selalu ragu ketika mengambil keputusan.

  • Anak jadi punya pemikiran bahwa penampilan dan citra diri lebih penting daripada perasaan. 

  • Anak merasa kesepian dan hampa secara emosional, karena tidak merasakan kasih sayang dari orangtua.

  • Anak jadi mudah curiga dan ragu pada orang lain. Hal ini karena mereka terbiasa dimanipulasi oleh orangtuanya.

  • Perkembangan emosional anak terhambat.

  • Anak merasa selalu dikritik dan dihakimi, bukannya diterima dan dicintai. Akibatnya, mereka jadi frustasi karena berusaha mencari kasih sayang dan perhatian.

  • Anak jadi tidak diajari untuk memberi penghargaan kepada diri sendiri ketika pantas.

  • Anak akan rentan terhadap beberapa tingkat kelainan stres pasca-trauma, depresi, dan/atau kecemasan di masa dewasa. 

  • Anak itu akan tumbuh dengan percaya bahwa dia tidak layak dan tidak bisa dicintai.


Dibesarkan oleh orangtua narsistik, secara emosional dan psikologis kasar dan menyebabkan melemahkan, dapat memberi efek jangka panjang untuk anak-anak. Mereka akan merasa sesak dan berjuang dengan kesepian, serta rasa sakit. Terlebih, orangtua dengan gangguan kepribadian narsistik juga umumnya tidak bertanggung jawab atas kesalahan atau perilaku mereka sendiri, sehingga anak sering percaya bahwa mereka yang harus disalahkan dan bahwa mereka gagal di masa kecil. 


Itulah dampak buruk yang bisa terjadi pada anak yang diasuh dan dibesarkan dengan orangtua dengan gangguan kepribadian narsistik. Untuk menghindari berbagai dampak buruk tersebut, jadilah orangtua yang suportif. Jika merasa punya gangguan kepribadian, cobalah pertimbangkan untuk mendapat pengobatan secepat mungkin.


sumber: Halodoc