Industri Migas di Brazil
Industri migas di Brazil berangkat dari keprihatinan dimana berdasarkan hasil survey di darat (onshore) tahun 1960-an, tidak banyak ditemukan cadangan migas di sana. Menyadari sebagai negara miskin minyak, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang intinya mencari cara supaya minyak digunakan lebih efisien dan sedapat mungkin beralih dari minyak.
Dalam rangka mengurangi pengeluaran untuk impor minyak, pemerintah memutuskan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang diharapkan dapat mengurangi kebutuhan minyak pada pembangkit listrik di masa akan datang, membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan meluncurkan program bahan bakar ethanol terbesar di dunia.
Pajak bahan bakar minyak ditingkatkan untuk mendorong efisiensi energi dan menghindari pemborosan bahan bakar minyak.
Pemerintah pada saat yang sama mendorong Petrobras untuk mempercepat program pemenuhan kebutuhan minyak untuk keperluan domestik. Menyadari tidak ada prospek migas di onshore, Petrobras beralih ke lepas pantai (offshore). Campos Basin ditemukan pada 1974, pengusaan teknologi lepas pantai dimulai dengan lokasi dangkal (shallow water), yang kemudian dilanjutkan dengan laut dalam (deep water).
Pada 1995 terjadi deregulasi untuk sektor migas. Petrobras di privatisasi, hak monopolinya dicabut. Pemerintah mendirikan National Petroleum Agency (ANP) yang bertanggung jawab terhadap urusan penawaran wilayah kerja dan mengatur kegiatan baik hulu dan hilir.
Deregulasi ini bertujuan agar Petrobras terbiasa berkompetisi, meningkatkan transparansi fiskal dan mengundang investor asing di sektor migas. Kegiatan eksplorasi meningkat sehingga terjadi banyak temuan cadangan minyak besar pertengahan tahun 2000-an dari lokasi laut dalam.
Prinsip “bersakit-sakit dahulu” ini berbuah sukses. Padahal 32 tahun yang lalu, produksi minyak di Brazil hanya 200 ribu barel per hari, sementara konsumsi minyak mencapai 1,2 juta barel per hari. Saat ini, Brazil menjadi negara net eksporter minyak dan produksinya akan cenderung terus meningkat dekade ke depan dengan berproduksinya lapangan-lapangan baru dari lokasi laut dalam tersebut.
Pada sistem konsesi di Brazil, IOC yang memperoleh konsesi diwajibkan untuk menginvestasikan 1% dari pendapatan bruto suatu lapangan untuk kegiatan riset dan pengembangan. Dana tersebut dialokasikan masing-masing 50% untuk riset pada perusahaan tersebut dan 50% oleh perguruan tinggi dan institusi riset nasional. TIdaklah mengherankan kalau saat ini Petrobras menjadi salah sati “penguasa” teknologi eksplorasi dan produksi migas di laut dalam.
Benny Lubiantara, Ekonomi Migas Tinjauan Aspek Komersial Kontrak Migas, 2012.