Asing Jadikan Indonesia Pasar Barang Palsu
Kian maraknya produk ilegal di tengah-tengah masyarakat akan merugikan produsen nasional dan membahayakan pasar domestik yang semestinya dijaga. Karena itu, pemerintah harus lebih proaktif dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran barang impor ilegal serta memperketat masuknya produk ilegal itu melalui sejumlah pintu masuk yang ada.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Bea Cukai perlu meningkatkan pengawasan impor ilegal, karena Indonesia merupakan pasar besar di Asia bahkan di dunia.
“Oleh karena itu, Kemendag dan Bea Cukai perlu tegas dalam menjaga pasar domestik, karena Kemendag dan Bea Cukai adalah pintu terdepan agar industri dalam negeri ini bisa bertahan,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima Neraca, Selasa (8/5/2012).
Menurut Natsir, pengawasan kedua institusi tersebut masih perlu ditingkatkan karena masih banyak barang impor ilegal di pasaran. Selama ini, masih beredar banyak produk impor yang masuk ke Indonesia yang tidak memiliki standarisasi, “Kalau pun berstandar label standarnya palsu terutama produk dari China. Proses hukum bagi importir yang melakukan impor ilegal tidak menimbulkan efek jera, buktinya dari hari ke hari permasalahan impor ilegal ini bertambah dan akan bertambah terus,” lanjutnya.
Tinjau Jalur Hijau
Berkaitan dengan hal itu, Natsir mengingatkan agar kebijakan Kemendag terhadap impor ilegal ini masih perlu ditingkatkan dan kebijakan bea cukai terhadap barang impor yg melalui jalur hijau perlu ditinjau kembali.
“Importir jangan berlindung dengan mendapat prioritas jalur hijau, salah satu efek yang ditimbulkan jual barang impor sudah termasuk pajak, sedangkan produk dalam negeri masih ditambah pajak, misalnya harga barang impor yang mengunakan sistem borongan Rp100 sudah termasuk pajak, sedangkan produksi dalam negeri Rp100 belum masuk pajak, sehingga harganya jadi Rp110,” terang Natsir.
Natsir juga mengatakan, Kadin dari jauh hari sudah menyampaikan permasalahan ini kepada Kemendag pada saat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 39/2010, yang sekarang sudah menjadi Permendag No.27/2012, untuk menghindari masalah impor ilegal. Namun, sangat disesalkan Kemendag terlalu kendor dengan hanya memasukan referensi bank yang tidak mengikat.
“Importir perlu menggunakan bank garansi sebagai jaminan kepada pemerintah. Kalau jaminan bank garansi di bea cukai untuk jaminan bea masuk. Jika importirnya tidak bayar bea masuk maka jaminannya dicairkan. Tapi, kalau kepada Kemendag, impor ilegal apa jaminannya yang bisa dicairkan kalau importirnya bermasalah,” paparnya.
Bank garansi ini, lanjut Natsir, memang menimbulkan biaya. Tapi biaya tersebut terhitung sangat kecil jika dibandingkan dengan permasalahan yang ditimbulkan. Oleh karena itu, bank garansi bisa menjadi salah satu tools (alat) kebijakan untuk mengurangi permasalahan tersebut untuk menjaga pasar domestik.
“Kadin tetap berjuang untuk menjaga pasar domestik, meningkatkan daya saing, menggunakan produksi dalam negeri dengan tidak menyalahi ketentuan WTO,” pungkasnya.
(anovianti muharti)
sumber: Harian Ekonomi Neraca