Apa Saja dan Bagaimana Mengantisipasinya?
Beruntunglah pasangan yang tak perlu melewati banyak rintangan dalam mempersatukan cinta mereka. Namun pada umumnya, tak sedikit rintangan yang harus dihadapi untuk membuktikan kekuatan cinta mereka. Setidaknya ada tiga batu sandungan yang harus dilewati untuk melangkah ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Apa saja dan bagaimana cara untuk menjalaninya?
Batu sandungan pertama yakni persamaan.
Sebuah cinta biasanya dimulai dari persamaan. Yang satu ini harus dimulai paling awal sebab komunikasi tidak akan pernah terjadi bila mereka tak punya banyak persamaan. Misalnya saja karena bertempat tinggal yang sama, atau bekerja, kuliah, perjalanan, hobi, rasa hingga agama yang sama membawa sebuah pertemuan. Dari pertemuan ke pertemuan akan ada kesan yang kemudian memunculkan ketertarikan untuk melakukan komunikasi secara intensif. Selanjutnya tentu saja bisa ditebak, timbul kecocokan dan akhirnya memproklamirkan menjadi sepasang kekasih.
Saat itu semuanya terlihat sangat indah. Pasangan selalu terlihat sangat sempurna. Dunia bak taman bunga indah seolah hanya milik berdua. Tapi ini bisa disebut sebagai batu sandungan pertama. Saking indahnya banyak pasangan yang berhasil melewati masa ini dengan sempurna. Kendati demikian tak sedikit yang bisa melaluinya (karena banyak yang belum mendapat belahan hatinya).
Setelah melewati tahap batu sandungan pertama ada banyak hal yang juga harus disiapkan. Yakni mengelola konflik agar hubungan bisa berjalan langgeng. Inilah yang menjadi batu sandungan kedua. Ada tiga kunci A yang mungkin bisa mempererat dan mampu membuat suasana konflik menjadi energi yang mendorong perasaan saling menghargai dan menyayangi. Ketiga A tersebut yakni;
Agreement (persetujuan)
Pada tahap ini pasangan harus menyelaraskan pandangan agar tidak terjadi perbedaan. Sebuah kompromi juga harus dilakukan. Dari kompromi inilah perasaan menahan diri untuk tak berdebat muncul. Yang dihadirkan hanyalah pembicaraan-perbincangan yang menyenangkan dan mengalir hangat. Tawa dan candapun membingkai setiap tema pembicaraan. Di saat seperti ini waktu sepertinya cepat berlalu. Ingin selalu berada di dekatnya setiap hari.
Pada tahap ini hindari pembicaraan yang mengarah ke pedebatan karena sesungguhnya tidak ada orang yang menang dalam perdebatan. Setiap perdebatan memicu rasa mengalahkan satu sama lain. Identifikasi terhadap pembicaraan apa yang memicu perdebatan merupakan langkah besar mengubah konflik menjadi kebersamaan yang indah dan menyenangkan.
A yang kedua adalah acceptance (Penerimaan)
Menerima kelemahan pasangan adalah kewajiban setelah menginginkan kelebihan yang dimilikinya. Bukankah hidup merupakan belajar menerima kenyataan bukan memaksakan keinginan
Untuk bisa menerima pasangan kita apa adanya adalah dengan belajar mengidentifikasi apa yang bisa kita berikan untuk menutupi kelemahannya dan berusaha untuk tidak menunjukkan kelemahannya. Usahakan ketika menasehati jangan terlihat seolah-olah kita sedang menghakimi atau mengguruinya. Yang terakhir adalah belajar mendengarkan apa yang diungkapkan. sesungguhnya mendengarkan keluhan kadang2 lebih baik daripada menasehati. Dengan mendengarkan kita akan lebih mengerti apa yang menjadi kebutuhan pasangan kita.
A yang ketiga adalah awareness
Hargai apapun yang diberikan pasangan kita. Kata terima kasih yang tulus memang sepele tapi tak jarang perasaan dihargai akan timbul di hati pasangan kita manakala kata terima kasih meluncur dari mulut kita. Setiap orang tentu saja butuh penghargaan. Dan pasangan kita pun butuh perhatian khusus sebagai penghargaan dari kita. Perasaan dihargai tentu saja akan membuat pasangan Anda semakin dekat dengan kita.
Batu sandungan ketiga adalah hawa nafsu.
Bumbunya sebuah hubungan cinta adalah kontak fisik. Biasanya dilanjutkan dengan menyalurkan keinginan mereka untuk melakukan hubungan seksual. Sebagai pasangan yang belum resmi menikah, tentu saja ini menjadi hal yang tak boleh dilakukan. Tapi siapapun orangnya pasti akan mengalami kesalahan di mana kesalahan itu muncul karena dua hal yaitu niat dan kesempatan. Akibatnya banyak gadis kehilangan mahkotanya, oleh karena dua hal tersebut. Sering juga menjadi penyebab perpisahan.
Bila sudah hilang mahkota, perasaan ternoda dan curiga menjadi awan gelap hubungan yang indah. Pada awalnya memang luar biasa hebat seolah tak ada akibat yang mengejar tapi selanjutnya menjadi mudah untuk dilakukan. Sebuah hal yang tak lagi berat untuk dijalani. Kalau sudah menjadi kebiasaan, sesungguhnya apa artinya pertemuan di antara mereka. Detak jantung yang berdebar sudah hilang, rasa malu lenyap sudah ... lalu apa yang bisa diharapkan dari hubungan seperti ini?
Sudah tak ada lagi rindu, akhirnya pernikahan pun tertunda-tunda, bahkan tak ada dalam rencana lagi. Apa yang harus dilakukan untuk bebas dari masalah ini? Yang pasti butuh kedewasaan dan juga keimanan. Tanamkan pada pasangan dan diri kita untuk bisa saling menjaga kehormatan.