Kabar Pabrik Gunung Mas

sy baru mengetahui bahwa pabrik teh di Gunung Mas sudah tidak lagi beroperasi (berproduksi) sejak 2013, namun teh dr kebunnya dipindah (diproduksi/diolah) ke pabrik di daerah Cianjur. hal ini membuat sy penasaran, kenapa 'ditutup'? padahal, menurut sy, apabila ingin dijadikan agro wisata setidaknya pabrik tersebut bisa menjadi semacam museum atau peraga utk edukasi bagaimana teh diolah, meskipun teknologinya (apabila ini alasannya) konvensional.
"alat (mesin) sudah tidak ada, beberapa dibawa ke Bandung," ujar Yanti, seorang QC (quality control) teh yg telah lama bekerja sejak dirinya usia gadis dan kini 2 anaknya sedang menimba ilmu dijenjang perguruan tinggi (alias kuliah). beruntung sy bertemu dgn ibu Yanti, karena beliau paham sekali dengan kualitas teh, hingga sy mendapatkan ilmu cara menyajikan teh (yg benar).

"teh jangan diseduh dengan air mendidih, kecuali teh hitam (black tea) karena masih ada kandungan caffein (sekitar 1 persen)," katanya. dan penyajian teh disarankan tidak ditambah apapun (seperti gula, krim, susu atau tambahan lainnya), "karena itu sama saja menghilangkan khasiat dari teh," lanjut Yanti.

Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 40 ton (berat basah), "hasil akhirnya (setelah diolah) sekitar 4,8 persen, ya sekitar 8 ton (berat kering)," terang Yanti sambil memperlihatkan alur atau proses teh diproduksi meskipun hny dlm bentuk bagan (gambar). memang sayang, tidak bisa melihat ilustrasi atau visual gerak untuk menjelaskan proses tersebut.

sama dgn sy, ibu Yanti jg berharap pabrik ini bisa menjadi sarana edukasi, memang sempat terdengar wacana mau diapakan pabrik Gunung Mas yg merupakan milik PTPN VIII ini, namun dr 2013 hingga saat ini... entah mau diapakan? yang pasti sy maupun ibu Yanti memiliki dan mengalami 'sejarah' yg hampir sama, krn semasa sy muda (iya, sy pernah muda ðŸ˜…) sering sekali tea walk ataupun sekedar refreshing di lingkungan Gunung Mas.