Pertamina Bermitra dengan OOG dan COI Bangun Kilang Bernilai Rp 130 Triliun

PT Pertamina (Persero) menetapkan akan bermitra dengan perusahaan minyak asal Oman yakni Overseas Oil and Gas LLC (OOG) yang menggandeng perusahaan trading Cosmo Oil International Pte Ltd (COI) yang merupakan trading arm Cosmo Energy Group (salah satu perusahaan pengolahan minyak Jepang) sebagai calon mitra untuk pembangunan kilang Bontang. Nilai proyek pembangunan ini diperkirakan akan mencapai 10 miliar dolar AS atau sekitar Rp130 triliun. Pembangunan kilang Bontang merupakan salah satu program pemerintah untuk membangun kilang baru atau Grass Root Refinery (GRR) yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi untuk Indonesia.

Konsorsium ini terpilih setelah proses seleksi calon mitra untuk proyek GRR Bontang. Proses pemilihan ini dilaksanakan berdasarkan skema penugasan pemerintah melalui Keputusan Menteri ESDM 7935 K/10/MEM/2016 tanggal 9 Desember 2016. Proses seleksi dijalankan sejak Januari 2017 yang pada awalnya diikuti oleh sekitar 100 perusahaan pendaftar. Selanjutnya, setelah tahapan seleksi awal, project expose, hingga tahap Request for Information dan Workshop diperoleh 8 calon mitra potensial.

Selanjutnya, Pertamina menyampaikan persyaratan terkait dengan perubahan struktur bisnis GRR Bontang kepada mitra potensial tersebut yakni dari sisi finansial Pertamina tidak ikut mendanai proyek dan Pertamina mendapatkan >10% saham dari proyek tanpa mengeluarkan biaya. Selain itu, Pertamina juga menyampaikan perubahan struktur bisnis terkait dengan deposit dana yang dilakukan oleh mitra; Pasokan minyak mentah dimana Pertamina berhak memasok sampai 20% dari minyak mentah GRR Bontang, Product Offtake dimana Pertamina tidak memberikan jaminan offtake serta Pertamina bersedia bekerjasama untuk joint marketing.

Dari proses tersebut, ada dua calon mitra potensial yang menyampaikan kesanggupannya. Pertamina memilih OOG sebagai mitra strategis dengan beberapa pertimbangan antara lain OOG mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Oman untuk pendanaan proyek dan penyediaan pasokan minyak mentah, serta memiliki kemitraan strategis dengan COI dalam hal dukungan teknis dan pemasaran produk.

Pembangunan kilang di Kabupaten Bontang, Kalimantan Timur ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa penambahan kapasitas pengolahan sebesar 300 ribu barel per hari yang akan menghasilkan produk utama berupa gasoline dan diesel. Pembangunan ini diperkirakan akan memberikan lapangan pekerjaan hingga lebih dari 20.000 orang saat proyek pembangunan, dan sekitar 1.600 orang saat kilang sudah beroperasi.

Tahapan selanjutnya, Pertamina dan mitra terpilih akan menandatangani Frame Work Agreementyang dilanjutkan dengan Feasibility Study(FS) yang akan diselesaikan pada pertengahan 2019, dan dilanjutkan dengan penyusunan engineering package (FEED) hingga akhir 2020. Ditargetkan kilang Bontang beroperasi pada 2025.


Pertamina Akan Bangun Proyek Listrik Terintegrasi di Bangladesh

PT Pertamina (Persero) dan Bangladesh Power Development Board (BPDP) menandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Pertamina dengan BPDP tentang pembangunan proyek listrik terintegrasi di Bangladesh.

Penandatanganan MoU dilakukan oleh Ginanjar selaku VP Power New Renewable Energy Pertamina dengan Chairman of BPDP Khaled Mahmood dan disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Republik Bangladesh Sheikh Hasina di Dhaka.


Kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari MoU sebelumnya di sektor energi yang ditandatangani Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI dengan Ministry of Power, Energy and Mineral Resources of the People’s Bangladesh pada 15 September 2017 lalu.

Dalam MoU sebelumnya tersebut, Pertamina akan membangun dan mengembangkan proyek terintegrasi di Bangladesh yang terdiri dari Independent Power Producer (IPP) Combined Cycle Gas Turbine (CCGT) Power Plant dengan kapasitas 1400 MW. Proyek ini nantinya akan terhubung dengan fasilitas penerima LNG yang terdiri dari Floating Storageand Regasification Unit (FSRU), infrastruktur mooring dan off loading, serta jalur pipa gas baik subseamaupun onshore.

Dalam proyek ini, BPDB akan bertindak sebagai pembeli listrik yang dihasilkan oleh fasilitas terintegrasi tersebut. Adapun nilai investasi dari proyek ini diperkirakan sebesar US$2 miliar atau sekitar Rp26,3 triliun, dimana proses penyelesaian konstruksi fasilitas ini akan membutuhkan waktu 3 (tiga) tahun setelah tahap financial closing dicapai. Rencananya konstruksi akan dimulai tahun 2019.


Dikutip dari pertamina.com

Biarkan Keindahannya Utuh dan Alami

Pantai Geger. Mendengar namanya sedikit tidak umum bagi beberapa kalangan, dibandingkan pantai-pantai lainnya di daerah yang dikenal dengan sebutan pulau Dewata atau pulau yang di seberangnya. Untuk menuju ke sana juga minim petunjuk, karena daerah Nusa Dua terkenal dengan kawasan hotel, dan resort berbintang hingga private villa.

Beruntung saya, dapat menemukan dan menikmati keindahan pantai nan asri alami, akibat salah arah (alias nyasar) yang berniat mengarah Uluwatu, tapi sebanding dengan temuan hasil menyetir sendiri tanpa tour guide ataupun kerabat yang tinggal di sana (karena berpetualang di hari kerja dan kerabat ternyata sudah kehabisan jatah cuti).

Bila dicari pada mesin pencari online, pantai Geger termasuk dalam salah satu kategori secret beach atau hidden beach, dan tidak menyangka juga, dapat menjelajah pantai yang masih bisa dinikmati oleh umum, mengingat sekitarnya sudah private area. Terdapat juga Pura untuk beribadah masyarakat di sekitarnya, yang rata-rata masih bermata pencaharian menangkap ikan dengan menjaring ke tengah laut, namun tidak jauh dari pantai, beberapa sisa panen rumput laut juga masih terlihat.

Nelayan : “Sendirian aja, mba?”
Saya : “Iya...”
Nelayan : “Kok ga takut?”
Saya : “...”. “Jaring di sini dapat ikannya, pak?” (mengalihkan pertanyaan)
Nelayan : “Tergantung musim kadang bisa banyak, kadang hanya untuk sehari-hari konsumsi sendiri. Mau ikut? Tidak dalam, sekitar sepaha atau sepinggang,”


Sebenarnya, dari percakapan di atas, ajakan sang nelayan ingin saya jawab “Boleh? Mau”, tapi sangat disayangkan ada kondisi saya yang tidak disarankan untuk menyebrangi laut menuju karang menjulang datar dengan ketinggian air hanya sebatas betis orang dewasa di tengah laut, yang tak jauh dari pinggir pantai, dan ombak juga tidak terlalu tinggi. Sehingga sang nelayan bisa menjaring ikan dengan tenang dan nyaman.

Menariknya lagi dari percakapan tersebut, sang nelayan menanyakan kenapa saya tidak takut datang sendirian. Memang sepi sekali, bahkan kerabat saya selalu mengatakan “Pantai itu memang menyenangkan, asyik buat leyeh-leyeh”. Tapi, karena sepi itu justru membuat saya bersyukur dapat menikmati keindahan pantai seraya milik sendiri, mengingat tidak jauh dari saya menjelajah tepi pantai, lagi-lagi sudah private area.

Petualangan yang tidak akan mudah untuk dilupakan, membuat langkah kaki ini ingin sekali menapak pasir lembut, mendengarkan irama deburan ombak sebening air laut, untuk waktu yang lebih lama lagi, dan berharap pantai yang saya kunjungi tetap menjadi sarana umum, sehingga siapapun juga dapat merasakan dan menikmati keindahannya. Tentu, dengan menjaga kebersihan dan menghargai serta bersyukur atas anugerah pemberian alam.

Geger, mungkin tidak mengegerkan suasana atau tidak segeger namanya, tapi telah ‘geger’kan (luluhkan) hati saya dan berharap dapat kembali lagi mengunjungi pantai Geger. Meski hasil karena nyasar cari jalan, bahkan setelah saya ceritakan kejadiannya, kerabat bilang “Jauh amat nyasarnya”, tapi nyasar yang kali ini tidak bisa tergantikan dengan apapun.

Suatu hari akan bersua lagi.

Melanjutkan Bisnis Hulu Migas Nasional

Awal pergantian tahun 2018 ini ditandai dengan milestone yang cukup penting bagi dunia hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia, karena lapangan gas terbesar di wilayah kerja Blok Mahakam, yang dioperasikan oleh Total E&P Indonesie (TEPI), berakhir sudah masa kontraknya dengan Pemerintah Indonesia.

Pengelolaan blok ini selanjutnya diserahkan kepada Pertamina Hulu Mahakam, sebagai perusahaan negara, anak/cucu perusahaan PT Pertamina (Persero), dengan saham (participating interest/PI) 100% diserahkan sepenuhnya kepada Pertamina. Kemudian Pertamina akan berbagi PI 10% dengan BUMD di Kalimantan Timur.

Pengalih-kelolaan blok yang pada awalnya cukup alot, karena masih ada keinginan kontraktor lama ikut mengelolanya, akhirnya berjalan dengan lancar.

Kesuksesan peralihan operatorship ini setidaknya akan berdampak positif pada keberlanjutan operasi belasan wilayah kerja yang lain yang juga akan berakhir masa kontraknya dalam lima tahun kedepan.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 15 tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Yang Akan Berakhir Masa Kontrak Kerja Samanya sebenarnya telah jelas mengatur tentang kelanjutan operasi minyak dan gas bumi (migas) setelah wilayah kerja para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) habis masa kontraknya dengan pemerintah Indonesia.

Dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa pengalihan pengelolaan itu dapat diserahkan langsung kepada PT Pertamina (Persero); diberikan perpanjangan kontrak kerja sama oleh Kontraktor; atau pengelolaan secara bersama antara Pertamina dan Kontraktor. Di sinilah inti diskusi dan negosiasinya, karena kontraktor lama masih diberi kesempatan untuk dapat melanjutkan operasi dan bisnisnya di wilayah kerja yang berakhir masa kontraknya tersebut.

Apa sebetulnya yang menarik di dalam bisnis hulu migas ini, sehingga Pemerintah harus terlebih dahulu menawarkan wilayah kerja yang berakhir masa kontraknya ini kepada Pertamina, sebagai perusahaan negara, untuk melanjutkan pengelolaannya?

Pertama, operasi hulu migas adalah ladang pertaruhan investasi dan pendapatan yang penuh risiko tetapi dapat menghasilkan pendapatan (gain) yang luar biasa berlipat. Dan, untuk wilayah kerja yang sudah berproduksi akan memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dengan pendapatan yang lebih pasti, jika dibandingkan dengan wilayah kerja eksplorasi.

Artinya, minyak dan gas sudah jelas ada di wilayah itu. Tinggal bagaimana kontraktor dapat memproduksikannya dengan efektif dan efisien sehingga mendatangkan keuntungan yang maksimal. Dengan perkembangan pengetahuan, teknologi dan inovasi di bidang perminyakan yang tidak kunjung berhenti, akan selalu ada peluang untuk meraih sukses dan keuntungan dari keberadaan migas yang terpendam di bawah bumi sana meski sudah lama diproduksikan.

Dinamika “gain or loss” yang selalu menyertai operasi untuk menggali keberadaan migas yang tak tampak oleh mata malah menjadikannya bisnis ini selalu menarik bagi investor.

Kedua, migas bukan lagi sebagai komoditi saja, tetapi sudah merupakan barang penggerak ekonomi dan pembangunan, bahkan memiliki nilai strategis pertahanan negara. Dengan serangkaian kegiatan yang terlibat pada sektor hulu migas, beberapa kegiatan lain akan terciptrat keuntungannya. Inilah yang disebut dengan multiplier effects bisnis hulu migas yang sangat signifikan magnitude-nya, dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama jika dibandingkan bisnis lainnya.

Ketiga, jika tata kelola kegiatan hulu migas berjalan baik, maka kebutuhan terhadap energi fosil yang banyak menfaatnya bagi hajat hidup orang banyak ini dapat terpenuhi dalam jangka waktu yang lama. Kemandirian bidang energi menjadi sangat penting untuk memperkuat posisi negara di tengah meningkatnya kebutuhan energi dunia masa kini dan di masa depan dengan sumberdaya yang makin menipis.


Perlu Keberpihakan

Ketiga faktor itulah yang harus dilihat manakala kebijakan melanjutkan operasi hulu migas di Indonesia diterapkan. Permen ESDM di atas telah cukup mengatur peralihan pengelolaan (operatorship) dari pemegang kontrak yang lama kepada pemegang kontrak yang baru.

Namun lagi-lagi kehadiran dan keberpihakan pemerintah diperlukan ketika Pertamina, sesuai Permen ESDM tersebut, sebagai perusahaan negara, menerima mandat untuk melanjutkan operasi (sebagai Kontraktor baru) pada suatu wilayah kerja yang berakhir kontraknya.

Jangan sampai terjadi masalah pada penyerahan data dan informasi, pengalihan tenaga kerja, kelanjutan kontrak-kontrak dengan para vendor, kelanjutan proyek-proyek yang sedang berjalan, pelaksanaan program K3LL (keselamatan dan kesehatan kerja dan lindung lingkungan), dan lain-lain.

Pertamina seharusnya diberi keleluasaan untuk melakukan due diligence secara komprehensif jauh sebelum masa kontrak berakhir sehingga tidak juga menjadi “tempat sampah” bagi wilayah kerja yang memang sudah tidak produktif.

Jika Permen ESDM ini dijalankan dengan keberpihakan pada perusahaan negara, sudah barang tentu Pertamina akan memiliki asset yang bertambah besar nilai (vualuasi)nya. Banyak hal yang harus diselesaikan dalam sepuluh tahun mendatang, pada saat beberapa KKKS besar mengakhiri masa kontraknya dengan Pemerintah Indonesia. Maka, baik Pertamina maupun Pemerinah seharusnya membuat langkah strategis dan tindak lanjut yang efektif agar pengalih-kelolaan ini dapat berjalan sukses.


Tindak Lanjut

Hal yang harus dilakukan pertama kali, setelah Pertamina melakukan due diligence, sebelum mengajukan rencana kerja dan anggaran kepada Pemerintah, adalah melakukan langkah prioritasi.

Beberapa wilayah kerja Pertamina yang yang tersebar di berbagai wilayah dengan puluhan ribu sumur yang sudah dibor perlu dievaluasi dan dibandingkan dengan potensi pada area kerja yang akan berakhir masa kontraknya tersebut. Wilayah kerja mana yang masih menjanjikan menyimpan cadangan dan produksi migas yang ekonomis harus segera diidentifikasikan.

Dengan demikian, besarnya aset plus potensinya dan risiko yang ada dapat dipetakan dengan lebih seksama. Langkah selanjutnya adalah Pertamina melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah dan/atau swasta nasional untuk dapat mengelola asset yang semakin bertambah dengan lebih efektif dan efisien.

Program Kerjasama Operasi (KSO) yang selama ini dijalankan Pertamina dapat diteruskan dengan pengendalian yang lebih baik. Pemangkasan birokrasi mesti dilakukan. Desentralisasi sistem pengelolaan aset dengan lebih transparan segera diterapkan. Pemberdayaan orang-orang setempat (yang bertempat tinggal di sekitar daerah operasi) lebih dilibatkan.Melalui in-house training dan coaching Pertamina,perusahaan daerah diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan kinerjanya.

Pekerja Pertamina dapat mewariskan pengalaman dan pengetahuan pada generasi muda di daerah. Dengan demikian tidak ada kegamangan perusahaan nasional untuk dapat dengan cepat mengalihkan pengelolaan assetnya ke perusahaan daerah dan swasta nasional yang terseleksi dengan baik melalui KSO atau dalam bentuk lain di bawah pengawasan Kementrian ESDM, BUMN, dan Keuangan.

Jika kerjasama dan alih kelola itu terjadi dengan baik, maka Pertamina, sebagai perusahaan nasional, dapat lebih difokuskan untuk menangani wilayah kerja yang besar peninggalan KKKS multinasional dan mengelola asset yang kian tumbuh di luar negeri. \

Dengan jumlah lulusan perguruan tinggi yang sudah demikian banyak sekarang ini, dan teknologi yang mudah didapatkan di pasaran, serta dukungan finansial di pasar modal maupun dari beberapa perusahaan keuangan yang terus tumbuh dan transparan, maka bukan tidak mungkin desentralisasi pengelolalaan asset sektor hulu migas ini akan cepat mendorong kenaikan produksi migas nasional dengan ongkos produksi yang lebih efisien.

Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di luar negeri dapat ditingkatkan dengan upaya dapat membawa hasil produksi migas dari negara-negara tersebut ke kilang-kilang kita, atau pabrik petrokimia dalam negeri, yang membutuhkan bahan baku (feed stock) untuk jangka panjang. Yang dibutuhkan adalah penyatuan kegiatan hulu dan hilir dalam berinvestasi di suatu negara agar diperoleh hasil yang maksimal.

Pemerintah pun harus menggandeng institusi dan/atau perusahaan yang terkait dengan kegiatan Pertamina di luar negeri, seperti bank nasional, perusahaan konstruksi, telekomunikasi, petrokimia, dan lain-lain.

Inilah impian “Indonesia incorporated” untuk berlaga di dunia internasional yang telah lama digaungkan namun belum juga dapat direalisasikan.

Semoga dengan mengambil momentum yang baik dari peralihan pengelolaan bisnis hulu migas ini impian tersebut akan segera terwujud.

Salis S. Aprilian, Ph.D.
SPE Director, South Asia & The Pacific Region 2015-2017

sumber: http://www.migasreview.com/post/1514860321/melanjutkan-bisnis-hulu-migas-nasional.html

Kabar Pabrik Gunung Mas

sy baru mengetahui bahwa pabrik teh di Gunung Mas sudah tidak lagi beroperasi (berproduksi) sejak 2013, namun teh dr kebunnya dipindah (diproduksi/diolah) ke pabrik di daerah Cianjur. hal ini membuat sy penasaran, kenapa 'ditutup'? padahal, menurut sy, apabila ingin dijadikan agro wisata setidaknya pabrik tersebut bisa menjadi semacam museum atau peraga utk edukasi bagaimana teh diolah, meskipun teknologinya (apabila ini alasannya) konvensional.
"alat (mesin) sudah tidak ada, beberapa dibawa ke Bandung," ujar Yanti, seorang QC (quality control) teh yg telah lama bekerja sejak dirinya usia gadis dan kini 2 anaknya sedang menimba ilmu dijenjang perguruan tinggi (alias kuliah). beruntung sy bertemu dgn ibu Yanti, karena beliau paham sekali dengan kualitas teh, hingga sy mendapatkan ilmu cara menyajikan teh (yg benar).

"teh jangan diseduh dengan air mendidih, kecuali teh hitam (black tea) karena masih ada kandungan caffein (sekitar 1 persen)," katanya. dan penyajian teh disarankan tidak ditambah apapun (seperti gula, krim, susu atau tambahan lainnya), "karena itu sama saja menghilangkan khasiat dari teh," lanjut Yanti.

Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 40 ton (berat basah), "hasil akhirnya (setelah diolah) sekitar 4,8 persen, ya sekitar 8 ton (berat kering)," terang Yanti sambil memperlihatkan alur atau proses teh diproduksi meskipun hny dlm bentuk bagan (gambar). memang sayang, tidak bisa melihat ilustrasi atau visual gerak untuk menjelaskan proses tersebut.

sama dgn sy, ibu Yanti jg berharap pabrik ini bisa menjadi sarana edukasi, memang sempat terdengar wacana mau diapakan pabrik Gunung Mas yg merupakan milik PTPN VIII ini, namun dr 2013 hingga saat ini... entah mau diapakan? yang pasti sy maupun ibu Yanti memiliki dan mengalami 'sejarah' yg hampir sama, krn semasa sy muda (iya, sy pernah muda ðŸ˜…) sering sekali tea walk ataupun sekedar refreshing di lingkungan Gunung Mas.